Pertaruhan hidup di negeri orang
Arti Ekawati
Wartawan BBC Indonesia
Setiap tahun Indonesia mengirimkan sekitar 700.000 tenaga kerja migran ke berbagai negara termasuk Arab Saudi, Malaysia, Taiwan dan Hong Kong. Tidak semuanya berjalan mulus.
Pada 2010 Sumiati menjalani operasi setelah hampir seluruh tubuhnya mengalami luka berat karena dianiaya oleh majikannya di Arab Saudi.
Pada 2008, majikan Nirmala Bonat, pembantu rumah tangga asal Indonesia, diganjar hukuman 18 tahun penjara oleh pengadilan Malaysia karena terbukti menyiksa Nirmala, termasuk menyeterika tubuhnya.
Minimnya pengetahuan para pekerja migran mengenai bahasa negara tujuan, hukum dan peraturan imigrasi, membuat mereka rentan mengalami kekerasan. Meski belum semua tuntas, berikut kisah para pekerja migran dan keluarga mereka.
Nur Khafidzoh, Indramayu
Perempuan kelahiran 1989 ini hanya bertahan sembilan bulan di Bahrain sebelum akhirnya meminta bantuan Migrant Care untuk pulang.
"Saya terus berganti-ganti majikan selama sembilan bulan. Kalau begini terus, saya pikir, kapan saya bisa tuntas dua tahun? Kapan saya bisa pulang ke Indonesia? Gaji juga tidak semuanya dibayarkan."
"Akhirnya saya diam-diam beli handphone dan tahu Migrant Care dari teman. Saya langsung kontak lewat Facebook mereka. Alhamdulillah reaksinya cepat."
"Waktu berangkat (jadi TKI) saya cuma pikir yang enak-enaknya saja, belum kepikiran nanti gimana-gimananya. Setelah begini saya pikir lebih baik kerja di Indonesia saja. Kapok."
Supriati, Banyuwangi
Ibu tiga orang anak ini pernah berusaha kembali ke Malaysia. Namun kini ia cukup puas mengerjakan pekerjaan rumah tangga di Migrant Care.
"Saya ke Malaysia tahun 1994 karena harus menafkahi anak saya yang masih kecil. Waktu itu suami saya pergi dan tidak lagi memberi nafkah."
"Di Malaysia saya bekerja sebagai pekerja rumah tangga, gajinya lumayan sekitar 300 ringgit Malaysia per bulan. Sedangkan waktu itu rata-rata gaji pembantu di Indonesia Rp30.000 per bulan."
"Waktu itu saya kabur dari majikan, karena gaji saya dipotong selama enam bulan. Saya pernah coba lagi bekerja di sana. Tapi setelah tiga kali mencoba lalu gagal, saya pikir: ya sudahlah."
Kursidi bin Rokhimin, Indramayu
Ayah dari Nur Khafidzoh sempat kebingungan sewaktu anaknya berangkat ke Bahrain lalu minta pulang setelah hanya sembilan bulan bertahan.
"Untuk sekarang saya mungkin tidak lagi mengizinkan anak-anak saya pergi bekerja di luar negeri. Cukup Nur (Khafidzoh) saja. Biarpun anak saya banyak ya ada lima, tapi kalau ada satu saja yang punya masalah... ya saya ngga bisa tidur."
"Apalagi di luar negeri. Nur pulang dibantu Migrant (Care). Waktu saya mau beri uang sekadar ongkos, mereka ga' mau. Saya bingung bagaimana saya bisa berterima kasih ke mereka. Mereka bilang: sebarkan saja informasinya Pak. Siapa tahu ada yang butuh."
Yunita, Indramayu
Sejak kecil ditinggal oleh ibunya yang waktu itu bekerja di Arab Saudi dan Kuwait. Ibunya bukan satu-satunya perempuan perantau di keluarga Yunita.
"Saya ingat waktu pulang sekolah SD dijemput oleh kakak, katanya mama saya pulang. Saya tidak mengenali karena dari kecil ditinggal, malah agak takut."
"Nanti setelah lulus SMA kalaupun mau keluar ya saya maunya bekerja yang sesuai dengan kejuruan yang sekarang diambil, yaitu komputer. Sebisa mungkin kerja di pabrik atau semacamnya biar tidak terlalu berat nanti kerjanya."
"Saya tidak kepikiran kalau keluar (negeri) harus jadi pembantu seperti itu."
Bariyah, Kebumen
Berbekal pengalaman sebagai TKI, Bariyah kini aktif membantu konsultasi hukum bersama Migrant Care.
"Waktu hampir lulus SMA justru saya dapat tawaran untuk jadi TKI dari sekolah saya di Kebumen. Saya dan hampir 200 teman saya lalu daftar melalui sekolah. Padahal itu seharusnya tidak boleh, sekolah tidak boleh ikut langsung dalam perekrutan."
"Waktu itu karena belum genap umur 18 tahun, saya dan teman-teman usianya dituakan setahun di paspor. Sempat kerja di Selangor, Malaysia, sebelum akhirnya saya dibantu oleh Migrant Care untuk pulang setelah tidak dibayar oleh pabrik tempat saya bekerja."
"Saya anak kedua dari enam bersaudara, jadi saya menjadi tulang punggung keluarga. Ada keinginan untuk membantu perekonomian keluarga, tapi selama di Migrant Care saya melihat teman-teman banyak disiksa, dilecehkan atau bahkan dibunuh, jadi buat saya lebih baik di Indonesia."
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment