Sunday, April 6, 2014

[media-jabar] [Siaran Pers] Daftar Caleg Tak Layak Pilih dalam Perspektif Media Penyiaran

 

[Siaran Pers] Daftar Caleg Tak Layak Pilih dalam Perspektif Media Penyiaran
7 Caleg Petahana, 1 Menteri Aktif, dan 1 Wartawan TV
Jakarta - Pemilu legislatif pada 9 April 2014 nanti harus menjadi kemenangan bagi publik. Caranya adalah dengan memilih mereka yang tepat dan bukan sebaliknya. Dalam perspektif media penyiaran, 9 nama berikut adalah caleg yang tak layak dipilih karena terindikasi berlawanan dengan semangat mendahulukan kepentingan publik, tidak paham dunia penyiaran, serta mendukung pemanfaatan frekuensi siar TV untuk kepentingan politik partainya.
Daftar ini dibuat dengan harapan hadirnya dunia penyiaran yang lebih berpihak pada kepentingan publik, bukan konglomerat dan elit politik. Kami memulainya dari menyusuri nama-nama caleg yang pada periode 2009-2014 duduk di Komisi I DPR—komisi yang salah satunya menangani urusan penyiaran. Lalu kami kembangkan dengan menelusuri caleg-caleg lain di luar di Komisi I. Lewat pengumpulan pernyataan di media, catatan lapangan, dan pendapat beberapa pengamat, kami menyusun daftar ini.
Hasil temuan kami menunjukkan, beberapa caleg petahana melakukan pembiaran atau menjadi pelaku berbagai pelanggaran hak publik dalam wilayah penyiaran. Seorang caleg Partai Hanura, Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati, mengaku tidak terlalu memperhatikan Komisi Penyiaran Indonesia sebelum partainya didukung oleh pemilik stasiun televisi, Hary Tanoesoedibjo. Ada juga Tantowi Yahya dari Partai Golkar yang tak mempermasalahkan kampanye terselubung parpol di televisi, bahkan ia juga terlibat dalam blocking time tayangan ulang tahun Golkar di TVRI. Lainnya, ada yang terindikasi terlibat dalam pemenangan tender, mengendalikan manajemen, dan mengganggu independensi, netralitas, dan imparsialitas di TVRI, yakni Max Sopacua dan Marzuki Alie, keduanya dari Partai Demokrat.
Karena keterbatasan, daftar nama berikut bisa saja belum lengkap menjaring para caleg lain yang juga tidak layak pilih dalam perspektif penyiaran. Beberapa yang berada dalam radar kami adalah mereka calon legislator dari latar belakang wartawan atau petinggi media yang secara tersamar seakan sudah mengundurkan diri dari media, tapi berpotensi masih memiliki akses atau bahkan mengendalikan ruang redaksi. Mereka ini, biasanya masuk ke dalam partai yang sama dengan partai sang pemilik media, dan lalu diberi "fasilitas" seperti dipindahtugaskan ke tempat daerah pemilihannya (dapil) berada. Tapi karena data yang kami miliki mengenai ini terbatas, maka nama-nama tersebut tidak kami sertakan di sini.
Setiap anggota parlemen sekurang-kurangnya membawa pulang lebih dari 50 juta rupiah tiap bulan. Pembiayaan kerja parlementer tersebut diambil dari pajak yang dibebankan pada publik. Maka sudah selayaknya mereka tidak bekerja bagi partai atau pengusaha media, tapi bekerja bagi publik. Pendek kata: jangan pilih mereka!
1. Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati – Anggota Komisi I DPR. Caleg HANURA untuk DPR, Dapil Jawa Tengah IV  (Kab. Karanganyar, Kab. Sragen, dan Kab. Wonogiri), nomor urut 1.
Susaningtyas lebih banyak mementingkan partainya, Hanura, terbukti setelah Hary Tanoesoedibjo bergabung dengan partai tersebut. Susaningtyas mengaku bahwa, "Selama ini saya tidak terlalu merhatiin KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) karena nggak ada urusan. Tapi sekarang apa boleh buat (sumber: http://remotivi.or.id/senggang/kepergok-bahlul)." Ia bahkan membela Hary Tanoe dengan menyatakan bahwa, "Yang menguntungkan (grup) MNC saya suka. Yang tidak menguntungkan, ya nggak suka," ketika ditanya soal dugaan rekayasa pemilihan anggota komisioner KPI 2013-2016 (sumber: Majalah Tempo, edisi 26 Januari 2014).
Hal ini berpengaruh pada posisinya dalam memandang persoalan hubungan media dengan politik serta konglomerasi media. Susaningtyas pernah menyatakan bahwa, "Konglomerasi itu, sebenarnya, bukan dosa bisnis atau juga dosa politik (sumber:http://remotivi.or.id/senggang/kepergok-bahlul)." Padahal, konsentrasi kepemilikan media adalah bentuk monopoli ekonomi sekaligus informasi yang tidak klop dengan ide demokrasi.
Ia juga membela Kuis Kebangsaan yang dijatuhi hukuman oleh KPI: "Saya kembali bertanya pada KPI yang telah mengeluarkan sanksi penghentian tayangan program televisi ketika di situ Win-HT jadi host dipersoalkan. Sementara untuk Pak Jusuf Kalla sebagai host di program Jalan Tengah Kompas TV sudah puluhan episode, kenapa tak dipersoalkan (sumber: http://www.jurnalparlemen.com/view/7907/nuning-kertopati-protes-kpu-bawaslu.html)?" Ia pun dengan lantang menegaskan bahwa Kuis Kebangsaantidak ditujukan sebagai ajang sosialisasi caleg. Hanya, dalam perjalanannya, para caleg Hanura diberi kesempatan untuk tampil di kuis tersebut (sumber: http://www.jurnalparlemen.com/view/7907/nuning-kertopati-protes-kpu-bawaslu.html).

2. Nurul Arifin
 – Anggota Komisi I DPR. Caleg GOLKAR untuk DPR, Dapil Jawa Barat VII (Kab. Bekasi, Kab. Karawang, dan Kab. Purwakarta), nomor urut 2.
Nurul Arifin tampak sangat membela kepentingan industri televisi serta partai politik. Dalam wawancara dengan redaksi Remotivi mengenai blocking time Partai Golkar di TVRI, ia menyatakan bahwa, "Blocking time nggak apa. Apalagi untuk ulang tahun partai." Nurul pun berpihak pada industri yang memprotes larangan menerima iklan kampanye. Menurutnya, bahwa partai politik boleh melakukan kampanye sejak tanggal 11 Januari 2013 (sumber: http://politik.news.viva.co.id/news/read/382026-nurul-arifin--banyak-media-protes-larangan-terima-iklan-kampanye). Padahal, peraturan KPU baru memperbolehkan kampanye 21 hari sebelum masa tenang.
Baca selengkapnya >> www.remotivi.or.id
 
--
REMOTIVI
"Hidupkan Televisimu, Hidupkan Pikiranmu"
www.remotivi.or.idTwitter | Facebook


Remotivi adalah sebuah inisiatif warga untuk kerja pemantauan tayangan televisi di Indonesia. Cakupan kerjanya turut meliputi aktivitas pendidikan melek media dan advokasi yang bertujuan (1) mengembangkan tingkat kemelekmediaan masyarakat, (2) menumbuhkan, mengelola, dan merawat sikap kritis masyarakat terhadap televisi, dan (3) mendorong profesionalisme pekerja televisi untuk menghasilkan tayangan yang bermutu, sehat, dan mendidik.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment