(SH/Septiawan)
Sejumlah kader partai membawa berkas perbaikan daftar caleg sementara (DCS) di gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Rabu (22/5).
JAKARTA - Partai disinyalir menjadi lembaga yang paling sering dijadikan tempat pencucian uang dari hasil korupsi. Namun, sayangnya, penegak hukum di Indonesia, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih enggan membongkar lebih jauh kejahatan korupsi yang melibatkan partai.
Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang dari Universitas Trisakti Jakarta Yenti Garnasih mengatakan, menjelang pemilihan umum (pemilu) partai bakal menjadi tempat pencucian uang dari hasil korupsi. "Sangat mungkin," ujar Yenti saat dihubungi SH di Jakarta, Rabu (22/5).
Yenti mengatakan partai sangat dimungkinkan menjadi tempat pencucian uang hasil korupsi karena aturan saat ini belum terlalu ketat. Menurut Yenti, UU Partai Politik masih memberikan peluang terjadinya tindak pidana pencucian uang karena dalam aturan tersebut hanya mengatur soal batas sumbangan, baik dari individu maupun lembaga, kepada partai.
"Tak pernah dilihat sumbernya dari mana. (Lagi pula) Tidak ada UU saat ini yang mengatakan itu. Selain itu, tidak pernah ada audit setelah sumbangan diberikan," ujarnya.
Sejak diterbitkannya UU Pencucian Uang pada 2010, kata Yenti, penegak hukum di Indonesia, termasuk KPK, belum pernah menelusuri lebih jauh kasus korupsi yang melibatkan politikus.
Padahal, menurut Yenti, sejumlah kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan politikus sesungguhnya bisa dijerat lebih lanjut dengan UU TPPU. Semisal, kasus korupsi yang melibatkan mantan politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh. Pada saat itu, Angelina menjabat sebagai anggota DPR Komisi X dan wakil sekretaris jenderal partai.
Saat ini, Komisi Antikorupsi tengah mengenakan UU Pencucian Uang terhadap Luthfi Hasan Ishaaq yang menjadi tersangka kasus dugaan suap daging impor di Kementerian Pertanian. Ketika ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Antikorupsi, Luthfi menjabat sebagai anggota DPR dan presiden PKS.
Yenti mengatakan tindak pidana pencucian uang bisa dikenakan pada individu atau korporasi, yang dalam hal ini partai. Pasal 6 Ayat 2 UU TPPU menyebutkan korporasi bisa dinyatakan terlibat pidana pencucian uang, jika dilakukan atau diperintahkan oleh pengendali korporasi.
"Di partai, pengendali korporasi adalah pengurus," ujarnya. Tidak hanya itu, lanjut Yenti, partai bisa dinyatakan terlibat pidana pencucian uang, jika kejahatan itu dilakukan untuk memenuhi maksud dan tujuan partai dan memberikan manfaat untuk partai.
Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Hidayat Nur Wahid mengatakan dana kegiatan partainya selama ini berasal dari negara, sumbangan simpatisan, dan iuran yang diberikan kader. "Untuk detailnya, monggo (silakan ditanyakan) ke bendahara umum," ujarnya.
Hal senada disampaikan Sutan Bhatoegana, politikus Partai Demokrat di DPR. Menurut Sutan, biaya operasionalisasi Partai Demokrat berasal dari kader. Namun, baik Hidayat maupun Sutan membantah bila dikatakan uang operasionalisasi partainya berasal dari kejahatan hasil korupsi.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment