Thursday, December 19, 2013

[batavia-news] Tim Dokter Presiden Soeharto Harus ‘Bersih Lingkungan’ + Tahanan Politik G 30 S PKI Tabah dan Tidak Rewel Saat Diobati

 

 

Tim Dokter Presiden Soeharto Harus 'Bersih Lingkungan'
Kamis, 19 Desember 2013 | 16:26

Buku Buku "Pak Harto, Pak Nas, dan Saya" karangan Dr Frits A Kakiailatu [SP/Erwin Cristianson]

_______________________________________________

 

 

 

 

 

[JAKARTA] Masa Orde Baru banyak kebijakan kontroversial yang diterapkan pemerintah salah satunya adalah "Bersih Lingkungan". Saking kerasnya kebijakan tersebut diberlakukan, sosok-sosok yang dipilih untuk masuk pemerintahan harus diinvestigasi. Tujuannya, untuk mengetahui apakah sosok tersebut memiliki keterkaitan dengan komunis.

Hal itu terungkap dalam buku "Pak Harto, Pak Nas, dan Saya" karangan Dr Frits A Kakiailatu yang merupakan anggota Tim Dokter Presiden Soeharto, yang diluncurkan di Jakarta, Kamis (19/12).

"Bersih lingkungan yaitu dalam tiga generasi secara horizontal hubungan saudara, istri, mertua, menantu, kawan dekat, dan secara vertikal dari ayah, ibu, kakek, nenek, anak dan cucu tidak ada yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)" kata Frits dalam bukunya.

Hadir dalam acara bedah buku karangan Frits yaitu, mantan Penasehat Menteri Kesehatan Brotowasisto, Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia Chaidir Arif Mochtar, dan Urologi Senior RSPAD Gatot Subroto Ma'mur Syafei.

Diceritakan, pada Mei 1982 Presiden ke-2 Indonesia Soeharto menderita transuretral reseksi prostat yang harus dioperasi. Hanya satu dokter yang dianggap layak untuk mengoperasi Soeharto yaitu, Frits A Kakiailatu. Alasannya hanya Frits satu-satunya dokter militer yang menyandang ahli urologi.

Beberapa bulan sebelum dipanggil Ketua Tim Dokter Ahli Presiden Dr Rubiono Kertopati yang juga Ketua Lemsaneg untuk dimintai pandangannya atas catatan medis Soeharto, seluruh keluarga Frits diinvestigasi terlebih dulu.

"Hasil investigasi itu menyimpulkan bahwa saya memang 'bersih lingkungan' karena itu saya dipanggil Dr Rubiono dan akhirnya dipercayai melakukan operasi tersebut," katanya.

Namun demikian, dalam konferensi pers yang diadakan oleh Tim Dokter Ahli Presiden, namanya tidak disebut sebagai dokter yang mengoperasi Presiden Soeharto.

"Dikatakan bahwa, yang melakukan operasi ialah Prof Oetama dan Prof Donker. Sebenarnya yang melakukan operasi adalah saya dengan didampingi kedua dokter tersebut. Mungkin waktu itu saya masih 'nobody' jadi tak perlu disebut namanya," katanya. (E-11) 

+++++

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/12/19/tahanan-politik-g-30-s-pki-tabah-dan-tidak-rewel-saat-diobati

 

Tahanan Politik G 30 S PKI Tabah dan Tidak Rewel Saat Diobati

Kamis, 19 Desember 2013 20:23 WIB

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Frits A Kakiailatu, seorang dokter yang pernah menjadi tim dokter ahli kepresidenan era pemerintahan Presiden Soeharto dalam memoarnya menceritakan dirinya pernah merawat pasien yang nyatanya seorang tahanan politik (tapol) Gerakan 30 September pemberontakan PKI.

"Pasien yang berbadan sangat kurus itu menurut bisik-bisik para perawat adalah seorang tahanan politik Gerakan 30 September 1965," tulis Frits dalam bukunya yang berjudul 'Pak Harto, Pak Nas dan Saya. (Catatan Pengalaman Seorang Dokter) terbitan Penerbit Buku Kompas.

Awalnya, Frits tidak mengira bahwa pasien yang bernama Abdul Latief itu tapol. Ia dikonsul oleh seorang dokter dari kelas IV bahwa ada seorang pasien stroke dengan keluhan buang air kecil kurang lancar.

Padahal, sebelumnya Frits pernah diperiksa atau diinvestigasi seluruh keluarganya. Mereka ditanya hal-ihwal seputar keluarga, sampai ke nenek-kakek Frtis yang telah meninggal.

"Maklum, pada tahun 1980-an 'bersih lingkungan' masih sangat keras diberlakukan. Mestinya hasil investigasi itu menyimpulkan bahwa saya memang 'bersih lingkungan', karena itu saya dipanggil Dokter Rubiono dan pada akhirnya saya dipercayai melakukan operasi tersebut," ucap Frits.

Seperti diketahui, di masa pemerintahan Soeharto mereka yang menjadi aparat pemerintahan diharuskan "bersih lingkungan", yaitu dalam tiga generasi secara horizontal maupun vertikal, tidak ada yang terkait dengan PKI dan atau organisasi massanya.

Kembali ke Kolonel Abdul Latief. Saat itu Frits menilai Abdul Latief adalah pasien yang sangat pendiam dan tidak rewel. Namun kondisi kesehatan pada umumnya sudah buruk. Hal itu bisa dimaklumi, karena Latief selama dalam tahanan, telah dioperasi sebanyak sembilan kali di RSPAD Gatot Soebroto.

Saksi kunci dalam Peristiwa G30S ini akhirnya diberi amnesti oleh Presiden B.J. Habibie pada bulan Maret 1999. Pasien yang menurut Frits tabah ini meninggal pada tanggal 6 April 2005. Usianya kini mencapai 79 tahun.

"Untung saja Tuhan telah mengambil Latief dalam suasana bebas dengan dikelilingi orang-orang yang dicintainya. 5 orang anak, 17 cucu dan 6 buyut. Tidak bisa saya lupakan akan pasien yang pendiam, tidak rewel dan selalu tabah. Pasien yang istimewa," tulis Frits.



I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 1535 of my spam emails to date.

Do you have a slow PC? Try a free scan!

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment