Bibit Masalah Bendera Aceh
Oleh: Ritawati.
Belum tuntas berbagai masalah yang dihadapi pemerintah, khususnya masalah kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini, kini muncul masalah baru dari Aceh. Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam kembali mengusik ketenangan negara ini, khususnya pemerintah pusat. Kali ini terkait dengan qanun atau peraturan daerah Aceh tentang bendera dan lambang Aceh yang baru saja dikeluarkan. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Zaini Abdullah, pekan lalu (Senin, 25/3) secara resmi telah mengundangkan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Qanun diundangkan dalam Lembaran Aceh Tahun 2013 dan tambahan Lembaran Aceh Nomor 13, setelah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyetujui pengesahannya dalam rapat paripurna, Jumat (22/3). Qanun itu sebenarnya mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Hanya saja dalam implementasinya menabrak peraturan. Atas dasar persetujuan DPR Aceh, bendera yang digunakan adalah bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bendera Aceh. Lambang itu digunakan selama periodeisasi konflik Aceh.
Bendera GAM itu pula yang disetujui DPRA sebagai bendera resmi pemerintahan Aceh. Padahal, sesuai ketentuan jelas bendera itu melanggar aturan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah, terutama Pasal 6 Ayat 4 yang menyebutkan bahwa penggunaan lambang daerah tidak boleh berbau separatis, bendera organisasi terlarang dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Memang dalam sejarah Indonesia, Tanah Rencong Aceh memang penuh dengan keistimewaan. Inilah satu-satunya wilayah Indonesia yang tak berhasil ditaklukkan Belanda dalam perang yang berkepanjangan. Perlawanan gigih rakyat Aceh yang dipimpin Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro, Cut Nyak Dhien atau Cut Nyak Meutia, membuat Belanda harus bekerja keras.
Kini pemerintah yang dibuat harus bekerja keras oleh Aceh. Penggunaan bendera GAM jelas melanggar aturan, sekalipun telah mendapat persetujuan dari DPRA. Peraturan daerah harus mengacu kepada peraturan yang di atasnya yakni peraturan pemerintah pusat. Dalam kasus Qanun Nomor 13 Tahun 2013 tentang bendera Aceh, jelas bertentangan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007, sehingga pemerintah Aceh harus menarik kembali atau membatalkan qanun baru tersebut. Di sini dibutuhkan kerja sama semua pihak, dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar demi keutuhan NKRI.
Kita bisa melihat, di luar banyaknya masyarakat Aceh yang pro, Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda dan beberapa elemen masyarakat Aceh juga tak setuju dengan penetapan bendera GAM sebagai bendera Aceh. Salah satunya karena hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Di pasal 6 ayat (4) disebutkan bahwa desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam NKRI.
Semua orang tahu, dulu GAM adalah organisasi separatis. Penghormatan terhadap keistimewaan Aceh memang harus dilakukan melihat sejarah daerah ini. Tetapi, pengesahan qanun tentang bendera mirip GAM sebagai bendera resmi Aceh, bisa jadi akan menimbulkan konflik baru dalam tatanan politik kita, dan melukai sebagian masyarakat kita. Pihak TNI yang dulu menjadi musuh utama GAM, bisa mengingatkan konflik di masa lalu. Ancaman separatisme yang terus terjadi di Papua dan Maluku, misalnya, akan merasa mendapat angin jika qanun ini benar-benar disetujui.
Jika Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus meningkatkan upaya separatis, tentu ini akan sangat merepotkan bangsa kita. Bila kemudian sejumlah gerakan separatis yang lain melakukan hal serupa dengan mendalihkan keistimewaan yang diberikan kepada Aceh, maka nilai kesatuan yang kita bangun selama ini bisa berantakan. Ini harus dipertimbangkan pemerintah agar jangan sampai kemudian ketenteraman dan bingkai negara kesatuan dapat terpelihara dengan baik.
Lebih Bijaksana
Kita berharap agar rakyat Aceh, terutama DPRA lebih bijaksana dalam hal ini dan bersedia mengoreksi. Kalau memang ada yang keliru dan bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku, harus dicarikan solusinya, apalagi tidak semua warga Aceh juga setuju dengan penggunaan bendera GAM sebagai lambang daerah atau bendera pemerintah daerah Aceh. Kita juga mendukung pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta pemerintah dan rakyat Aceh mematuhi hasil evaluasi pemerintah pusat yang terdiri dari 12 poin.
Apa yang disampaikan Presiden Yudhoyono benar adanya, karena penggunaan bendera mirip GAM itu menyalahi aturan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebesaran hati pemerintah dan rak-yat Aceh agar polemik masalah bendera bisa segera diselesaikan. Jangan sampai karena masalah qanun bendera tersebut kemajuan yang telah diraih Nanggroe Aceh Darussalam pascakesepakatan Helsinki mengalami kemunduran. Apa yang dicapai dan dirasakan rakyat Aceh pascakesepakatan telah mengalami kemajuan luar biasa. Kegiatan pembangunan di Aceh cukup pesat dan masyarakat sangat merasakan bagaimana hidup dalam suatu situasi yang damai, aman, dan tenteram.
Bersikap Proaktif
Semua pihak harus menyadari dan belajar dari pengalaman masa lalu, betapa konflik sebetulnya sangat tidak menguntungkan bagi rakyat maupun kepentingan bangsa dan negara. Soal lambang atau bendera, pemerintah Aceh sebetulnya bisa mengadopsi simbol kejayaan era Sultan Iskandar Muda yang lebih netral dan bisa di-banggakan semua masyarakat. Oleh karena itu, kita berharap pemerintah pusat bisa bersikap proaktif melakukan pendekatan dan berdialog dengan pemerintah dan warga Aceh, sehingga persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik. Pemerintah memang harus terus-menerus menyadarkan semua warga Negara, betapa pentingnya mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini. Persoalan qanun bendera di Aceh ini tentu tidak bisa dianggap sepele. Ini masalah serius karena menyangkut penegakan peraturan, sehingga perlu segera diselesaikan secara tuntas. Pemerintah pusat harus mengambil langkah hati-hati, tetapi tegas dan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan persoalan baru. Jangan sampai hanya karena mengakomodir kepentingan pihak tertentu, pemerintah justru lengah dan berpotensi melahirkan gerakan baru di sejumlah daerah. Bendera Aceh jelas telah melahirkan bibit persoalan setidaknya untuk saat ini telah menimbulkan pro dan kontra. Oleh karenanya, kita tunggu respon positif pemerintah mengurai masalah ini.
Penulis, pemerhati sosial kemasyarakatan, berdomisili di Medan.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment