Sunday, April 7, 2013

[media-sumut] buku baru berjudul "Jurnalisme Kompas"

 

"Jurnalisme Kompas", Jalan Menjadi Wartawan (Koran) Hebat

Sekitar 30 tahun bergaul dengan banyak wartawan, redaktur, dan pemimpin redaksi, serta pemilik media massa di Tanah Air, keluhan yang acapkali muncul (1) wartawan dan redaktur keluhkan gajinya kecil, (2) pemimpin redaksi repot sediri, karena wartawan dan redaktur kurang mau bekerja keras untuk memajukan media tempat dia bekerja, dan (3) pemilik media di daerah keluhkan korannya belum juga mendatangkan untung. Ada pemilik media mengatakan, "Tiga tahun investasi, sudah habiskan Rp18 miliar, koran belum juga untung."
Dan yang mencengangkan di luar tiga persoalan mendasar tersebut adalah, ada wartawan/redaktur yang sudah lebih 10 tahun bekerja di suatu media, bisanya hanya menulis berita dan amat jarang mengikuti pelatihan untuk memperkaya wawasan. Itu fakta dan realitas yang mungkin jamak ditemui di daerah.
Ada bagusnya juga Dewan Pers mengharuskan wartawan mengikuti uji kompetensi. Akan tetapi, ironis juga, ada wartawan lulus uji kompetensi sebagai wartawan utama, tetapi belum mampu nulis laporan komprehensif, membuat analisis berita, dan membuat tajuk rencana atau editorial. Bahkan berita yang dia tulis masih menunjukkan dia itu belum layak menyandang predikat wartawan utama.
Akan tetapi, jauh sebelum ada uji kompetensi wartawan oleh Dewan Pers, harian Kompas sudah punya kriteria atau standar kompetensi wartawan, sehingga ada yang namanya reporter mula, reporter muda, reporter madya, dan reporter utama. Kemudian ada redaktur muda, redaktur madya, dan redaktur utama. Setiap tingkat (grade) ada persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dan pelatihan yang harus diikuti.
Konsekuensi dari kompetensi ala Kompas tersebut, berdampak pada gaji pokok dan tunjangan. Semakin tinggi kelasnya, semakin besar gaji pokok dan tunjangan yang dia peroleh. Kreativitas dan produktivitas dari sang wartawan juga amat menentukan penilaian, sehingga berdampak pada percepatan kenaikan "kelas" dan besaran bonus yang diterima. Ini cerita di Kompas yang bisa Anda baca dalam buku seri jurnalistik wartawan hebat berjudul Jurnalisme Kompas (Penulis Yurnaldi, Penerbit IV Media, April 2013) yang pertengahan April ini beredar di Toko Buku Gramedia.
Sekarang mari kita kembalikan ke diri kita. Sebagai wartawan sudah sampai di manakah kompetensi Anda? Apakah baru bisa sebatas menulis berita dengan topik tunggal? Sudahkah Anda memahami pemberitaan multimedia? Baru bisa menulis berita straight news, tapi belum bisa membuat berita dari bahan wires (bahasa Inggris)? Sudahkah Anda terlatih membuat feature dari bahan bahasa Inggris? Sudahkah Anda terampil membuat tulisan feature lapangan? Membuat straight news multidimensi? Sudah pernahkah Anda mengikuti pelatihan ekstensif reporting?
Sudah mampukah Anda menulis liputan dengan tingkat kesulitan tinggi, termasuk peliputan di luar negeri? Sudah mampukah Anda menjadi koordinator tim peliputan? Sudah seringkah Anda membuat proposal peliputan? Sudah mampukah Anda merangkum berbagai bahan menjadi suatu tulisan news analysis? Sudah pernahkah Anda melakukan liputan investigasi? Bisakah Anda menulis artikel? Menulis Tajuk? Menulis Kolom? Menulis buku?
Kemampuan dan kompetensi seperti itulah (yang dipunyai wartawan Kompas), barangkali, yang membuat pemilik Jawa Pos Group, Dahlan Iskan (yang kini menteri BUMN) sangat penasaran.
"…Kompas adalah media nasional yang terbesar dan paling berpengaruh. Bagi saya pribadi Jakob Oetama adalah `lawan' yang harus saya hormati, tapi juga harus saya kalahkan. Saya menempatkan diri sebagai `penantangnya'. Baik dalam bidang jurnalistik maupun dalam bidang bisnis pers. Sebagai penantang saya merasakan bukan main susahnya hidup di luar dominasi Kompas. Kompas sudah menjadi koran dan koran sudah menjadi Kompas. Semua minta agar koran itu harus seperti Kompas. Bahkan, kalau ada wartawan baru keinginannya menulis ternyata juga harus seperti gaya Kompas…," kata Dahlan Iskan dua tahun lalu.
Gaya Kompas dimaksud Dahlan adalah Jurnalisme Kompas. Jurnalisme Kompas, yang oleh Jakob Oetama –salah seorang pendiri selain PK Ojong—disebut sebagai Jurnalisme Makna, adalah Jurnalisme khas Kompas yang sudah mendarah daging sejang 48 tahun lalu. Karena Jurnalisme Makna itu, Universitas Gadjah Mada, 17 Maret 2003, menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang komunikasi kepada Jakob Oetama.
Ingin tahu lebih jauh dengan pemikiran dan pandangan Jakob Oetama tentang Jurnalisme Makna, dapatkan segera buku Jurnalisme Kompas. Jurnalisme Kompas adalah jalan menuju wartawan hebat. Jalan menuju koran hebat. Jika ada wartawan baru (atau lama) di media lain yang berkeinginan menulisnya seperti gaya wartawan kompas, seperti yang diungkapkan Dahlan Iskan, maka itu hanya bisa dilakukan apabila kompetensi yang dimiliki wartawan tersebut bisa menyamai kompetensi wartawan Kompas.
Dan bagaimana Jurnalisme Kompas dalam praktiknya, Yurnaldi, yang sempat 16 tahun turut mewarnai Kompas dengan sejumlah prestasi, bercerita soal (antara lain) Tugas Pokok Wartawan Kompas; Jenjang Profesional Wartawan Kompas; Bagaimana Wartawan Kompas dalam Menulis; dan Kesejahteraan Wartawan Kompas.Hanya dengan investasi Rp48.000 (harga buku Jurnalisme Kompas di Gramedia) Anda sudah mendapatkan sesuatu yang sangat berharga. Bagi wartawan dan calon wartawan, serta pengelola media di daerah, mungkin buku Jurnalisme Kompas ini bisa memotivasi dan menginspirasi. Bagi yang ingin berkarier sebagai wartawan Kompas, maka buku ini bisa menjadi tuntunan, sehingga bisa lebih dini menyiapkan diri.
Bagi kawan-kawan di media daerah, sekurang-kurangnya bisa memacu diri, bagaimana menjadi wartawan sekaliber wartawan Kompas. Asal mau belajar, terus belajar, membeli buku dan membacanya, pasti bisa. Bagi mahasiswa dan dosen komunikasi/jurnalistik, semoga kehadiran buku ini bisa menjadi referensi dan bahan diskusi.(
Oya, jika toko buku jauh dari rumah Anda dan susah cari waktu ke toko buku Gramedia terdekat, buku bisa dikirim ke alamat rumah dengan tambah biaya kirim, saya ambil angka terbawah Rp13.000 (kilat khusus) atau Rp18.000 dengan ekspres untuk biaya kirim. Jadi dibulatkan menjadi Rp60.000 atau Rp65.000. Uang kirim ke rekening Bank Mandiri atas nama Yurnaldi, norek: 111-00-9202416-1 lalu sms-kan segera alamat Anda ke 087897100475 atau 08117812066.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
media sumut
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment