Pemerintah Tidak Serius Selesaikan Renegosiasi Kontrak Karya
Renegosiasi kontrak karya seharusnya sudah dirampungkan paling lambat 12 Januari 2014.
JAKARTA - Belum adanya kepastian tentang nasib renegosiasi terhadap Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dituding karena ketidakseriusan pemerintah dalam menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Padahal, UU Minerba itu mengamanatkan bahwa renegosiasi KK dan PKP2B harus selesai paling lambat setahun setelah UU itu diundangkan atau pada 12 Januari 2014.
Empat tahun setelah tenggat itu terlewati, hingga kini pemerintah masih menyebutkan bahwa renegosiasi masih dalam proses. Belum ada kejelasan sejauh mana proses tersebut sudah berjalan, apa saja hambatan dan kemajuannya.
Diketahui saat ini 37 perusahaan pemegang konsesi KK dan 74 perusahaan pemegang PKP2B. Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman mengatakan, hingga kini publik tidak mengetahui berapa banyak perusahaan dan perusahaan apa saja yang renegosiasi masih dalam proses.
"Pemerintah sepertinya enggan mengungkapkan detail soal renegosiasi KK dan PKP2B ini sebab sebenarnya pemerintah telah melanggar UU Minerba, khususnya Pasal 169 Ayat B yang mengamanatkan bahwa renegosiasi harus sudah selesai satu tahun setelah UU Minerba diundangkan," ujar Erwin kepada SH, Kamis (23/1).
Kini, menurutnya, pemerintah malah meributkan soal pembangunan smelter dan hal-hal teknis lainnya, yang menurutnya hal itu tidak sepenting persoalan renegosiasi yang belum kunjung usai hingga kini.
Dengan belum rampung renegosiasi KK dan PKP2B, Erwin menuding pemerintah telah melanggar konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dia menambahkan, ada enam poin yang harus disepakati dalam renegosiasi tersebut, yang antara lain tentang kewajiban divestasi saham kepada nasional, pemanfaatan produk dalam negeri, melaksanakan hilirisasi, menyesuaikan tarif royalti, peralihan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha, serta mengikuti batasan maksimum luas wilayah pertambangan.
Erwin mengatakan, sangat penting bagi pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyampaikan ke publik tentang progres renegosiasi KK dan PKP2B.
Karena itu, dikatakannya, IMES telah mengirimkan surat kepada menko perekonomian yang ditembuskan kepada Presiden SBY, menteri ESDM, dan Komisi Informasi Publik (KIP), untuk meminta penjelasan soal "nasib" renegosiasi tersebut.
Dia mengatakan, surat pertama yang dikirimkan pekan lalu itu hingga kini belum dibalas ataupun direspons pemerintah.
Menurutnya, rencananya pekan ini pihaknya akan kembali mengirimkan surat kedua. Bila sampai surat ketiga tidak direspons, pihaknya akan meminta KIP untuk menggelar sidang mediasi antara IMES dengan pemerintah, agar membuka semua informasi terkait renegosiasi itu.
"Pemerintah jangan hanya bisa melarang-larang ekspor mineral dan menagih kewajiban perusahaan tambang nasional untuk membangun smelter. Tapi, pemerintah sendiri mencontohkannya dengan tidak menjalankan kewajibannya menyelesaikan renegosiasi sesuai waktu yang diamanatkan UU Minerba," kata dia.
Jangan Lembek
Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha meminta pemerintah secepatnya menyelesaikan proses renegosiasi dengan perusahaan-perusahaan pemegang KK dan PKP2B. Menurutnya, pemerintah telah melampaui deadline yang diamanatkan UU Minerba, yaitu pada 12 Januari 2014.
Namun, dia mengakui prinsip kehati-hatian dalam upaya renegosiasi ini harus diperhatikan. Ini karena jangan sampai pemerintah malah dituding melanggar hukum, yaitu menyalahi kontrak karya yang telah disepakati sebelumnya. Meski begitu, dia meminta pemerintah jangan terlalu "lembek" kepada perusahaan pemegang KK dan PKP2B dalam upaya renegosiasi ini.
"Komisi VII terus memonitor langkah-langkah renegosiasi yang dilakukan antara pemerintah dengan perusahaan pemegang KK dan PKP2B. Karena itu, pemerintah seharusnya juga melaporkan perkembangan renegosiasi ini kepada DPR," kata anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar ini kepada SH, Kamis.
Menurutnya dalam melakukan upaya renegosiasi, pemerintah perlu melakukannya dengan setengah memaksa, serta mengimbau perusahaan pemegang KK dan PKP2B.
Upaya sedikit memaksa itu menurutnya adalah dengan mengancam tidak akan mengeluarkan izin eksplorasi tambang baru di luar lahan yang telah disepakati dalam kontrak awal. Selain itu, pemerintah harus mendorong renegosiasi ini melalui izin-izin yang sedang diurus pihak perusahaan.
Dikatakannya, bila pihak perusahaan tidak mau melakukan renegosiasi maka izin-izin yang sedang mereka ajukan saat ini perlu ditinjau ulang. Selain itu, bisa dikaitkan dengan persoalan safety dan rendahnya kepeduliaan perusahaan terhadap lingkungan sekitar tambang.
"Kami minta renegosiasi itu dijalankan dengan cepat, jangan berlarut-larut seperti sekarang ini. Tujuan akhir renegosiasi adalah peningkatan nilai tambah bagi negara," kata dia.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment