Thursday, January 30, 2014

[batavia-news] Rakyat Tak Peduli Pemilu 2014

 

res : Pendapat rakyat tidak ada faedah ikut Pemilu, karena yang  mencalonkan diri adalah yang itu-itu juga, pasti ada muka-muka baru, tetapi perilaku tidak berbeda.
 
 
 
 
 
HASIL SURVEI
 
Rakyat Tak Peduli Pemilu 2014

Kamis, 30 Januari 2014
JAKARTA (Suara Karya): Sosialisasi pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 oleh partai politik (parpol) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai buruk. Mayoritas warga calon pemilih (konstituen) tidak mengetahui jadwal pemberian suara, nama-nama caleg, nomor urut parpol, serta informasi teknis tentang penyelenggaraan pemilu.
Demikian hasil survei Founding Fathers House (FFH) yang disampaikan di Jakarta, Rabu (29/1). Peneliti senior FFH Dian Permata mengatakan, 67 persen publik mengetahui pelaksaan pemilu legislatif (pileg) dari media massa. Sedangkan responden yang mengetahui informasi pileg dari partai hanya 0,74 persen.
"Sebanyak 67 persen (responden) mengaku bahwa media massa menjadi referensi utama terkait pelaksanaan pemilu. Sedangkan yang tahu dari parpol hanya 0,74 persen (responden)," ujar Dian dalam diskusi bertajuk "Pengenalan Publik terhadap Parpol: Bagaimana Kualitas Pileg 2014" di kantor FFH, Jakarta, Rabu (29/1).
Sebanyak 6,26 persen responden mengaku tahu tentang pileg dari membaca berita di media massa, 5,88 persen responden tahu dari teman, 3,17 persen responden tahu dari baliho, 1,96 persen responden tahu dari perangkat desa.
Sedangkan 1,58 persen responden tahu dari stiker, 1,4 persen dari spanduk, 1,3 persen dari surat kabar, 1,12 persen dari internet, 1,02 persen dari keluarga, dan 8,5 persen tidak tahu.
Persentase yang terkecil adalah pengetahuan responden terkait pileg yang diperoleh dari parpol dan KPU. Padahal, menurut Dian, parpol adalah "pengantin" dari hajatan besar demokrasi ini.
Parpol dipandang terlalu asyik memperkenalkan dirinya dan calon anggota legislatif (caleg), dan lupa melakukan sosialisasi terhadap proses pemilunya. "Jarang, kan, ada parpol yang menyampaikan tanggal pelaksanaan pemilu di iklan calegnya," kata Dian.
Hasil survei FFH tidak hanya menunjukkan rendahnya pengetahuan publik terhadap pemilu, tapi juga terhadap partai peserta Pemilu 2014. Hanya 16,26 persen publik yang tahu bahwa ada 12 parpol peserta pemilu tahun ini.
"Tingkat pengetahuan publik tentang jumlah partai politik nasional yang bertarung pada 9 April 2014 terbilang rendah. Hanya 16,26 persen publik yang tahu bahwa ada 12 parpol," ujar Dian Permata.
Menurut dia, 68,97 persen publik tidak tahu (berapa jumlah parpol peserta Pemilu 2014). Sedangkan ada 4,95 persen publik mengatakan ada 10 parpol peserta Pemilu 2014; 2,86 persen mengatakan ada 11 parpol.
"Ada 1,3 persen mengatakan 13 parpol; 1,49 persen mengatakan 14 parpol; 0,28 persen mengatakan 15 parpol; dan 0,37 persen mengatakan 16 partai," katanya.
Hasil survei itu juga menunjukkan bahwa publik tidak ingat nomor parpol peserta pemilu. Hanya beberapa parpol yang nomor urutnya diingat dengan jelas. "Ada 25,51 persen responden yang dapat menyebut nomor urut partai NasDem adalah No 1, sedangkan 74,48 persen mengaku tidak tahu," kata Dian.
Ditanyai hal yang sama, 25,42 persen dapat menyebutkan nomor urut Partai Golkar yakni nomor 5. Dan untuk Partai Amanat Nasional yakni nomor 8, ada 19,81 persen responden yang tahu. "Kemudian 15,6 persen dapat menyebut nomor urut PDIP yakni 4, dan 14,85 persen mengetahun nomor urut Gerindra," ujarnya.
Disusul dengan nomor urut Partai Demokrat dijawab benar oleh 12,71 persen responden, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 12,33 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 10,93 persen, Partai Hanura 7,75 persen, PKS 6,26 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 1,4 persen, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,46 persen.
Dian menjelaskan, hal ini berkaitan dengan gencarnya iklan yang disiarkan di media oleh tiga parpol di posisi teratas yakni NasDem, Golkar, dan PAN. "Lalu mengapa Hanura tidak? Karena, partai ini lebih mengangkat tokohnya dibanding nomor urut di setiap iklannya," ujarnya.
Survei ini dilakukan pada 18 Desember hingga 25 Januari 2014 di 34 provinsi. Jumlah responden 1.070 orang yang terdiri dari mereka yang sudah memiliki hak pilih pada pemilu dan bukan TNI/Polri aktif.
Tingkat kepercayaannya 95 persen dengan margin of error 3 persen. Pengambilan data dilakukan lewat teknik wawancara dengan bantuan kuesioner.
Tingkat pengetahuan masyarakat terkait pelaksanaan Pileg 2014 juga masih sangat rendah. Dari 93 persen responden yang tahu pileg akan digelar pada tahun ini, hanya 38,97 persen publik yang tahu pileg digelar pada 9 April 2014.
"Tujuh persen publik tidak mengetahui tahun 2014 akan dilaksanakan pileg. Sedangkan sisanya 93 persen lainnya mengakui adanya pileg. Ini menunjukkan rakyat tak peduli pada Pemilu 2014," ujar Dian.
Dari 93 persen itu, hanya 38,97 persen publik yang tahu persis bahwa pileg dilaksanakan pada 9 April 2014. Sedangkan 57,85 persen publik mengaku tak tahu kapan tepatnya pelaksanaan pileg.
"Sebanyak 2,05 persen publik mengatakan pileg dilaksanakan pada 14 April 2014. Sedangkan 1,12 persen mengatakan pileg pada 19 April 2014," ujarnya.
Dian menjelaskan, hal ini menjadi pekerjaan rumah serius bagi KPU. Sebab, hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi tidak tersampaikan kepada pemilih dengan baik. "Ini 70 hari menjelang hari H, masih sangat rendah," kata Dian.
Dia mengatakan bahwa target KPU yang mengatakan bahwa setidaknya partisipasi pemilih 75 persen ini masih sangat jauh. Sedangkan jika dalam waktu dua bulan target tidak terkejar, maka kualitas pemilu akan lebih buruk dari tahun 2009. "Kalau dalam dua bulan nggak terkejar, akan lebih buruk dari tahun 2009," kata Dian.
Hal sama disampaikan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Suhardi. Dia mengatakan, hingga saat ini sosialisasi yang dilakukan KPU mengenai pelaksanaan pemilu masih kurang.
"Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui kapan Pemilu 2014 dilaksanakan. Seharusnya KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu memastikan bahwa informasi mengenai pemilu diterima oleh seluruh masyarakat," katanya.
Suhardi juga mengingatkan bahwa kurangnya informasi mengenai pemilu dapat meningkatkan potensi golongan putih (golput). "Pada Pemilu 2009 saja jumlah suara golput sekitar 50 juta suara atau sekitar 29 persen dari total jumlah pemilih pada saat itu. Artinya, golput pada saat itu menjadi suara mayoritas. Pada akhirnya legitimasi pemimpin yang terpilih akan dipertanyakan. Hal ini jangan sampai terulang kembali. Perlu ada upaya yang serius dalam upaya mengurangi golput dalam pemilu," ucapnya.
Dia pun mengingatkan bahwa sebagian besar pemilik hak pilih dalam Pemilu 2014 adalah pemilih pemula. Yang terakhir itu lebih dari 30 juta orang atau sekitar 18 persen dari total jumlah pemilih. (Feber S/Kartoyo DS

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment