Thursday, November 7, 2013

[batavia-news] Apa Kabar Kemandirian Ekonomi?

 

res :   Kalau bukan patung pasti akan bisa melihat dan mengetahui siapa yang menarik keuntungan dari yang disebut kemerdekaan 68 tahun atau hanya penyambung suara kaum penipu.
 
 
Apa Kabar Kemandirian Ekonomi?
Tajuk Rencana | Kamis, 07 November 2013 - 13:04 WIB
:


(dok/ist)
Ilustrasi.
Kita tak becus mengelola Republik yang sudah 68 tahun merdeka.

Revisi daftar negatif investasi (DIN) akhir tahun 2013 yang akan segera diumumkan pemerintah, mengundang kekhawatiran kita terhadap kedaulatan ekonomi negeri ini.
 
Terlebih selama ini kita belum bisa diyakinkan oleh pemerintah apa dan bagaimana strategi ekonomi dan pembangunan kita jangka panjang. Apa saja tahapan yang mesti dilalui dan hendak ke mana tujuan akhirnya?

Dalam rapat revisi DIN, lima bidang usaha yang selama ini tertutup bagi investasi asing sudah diputuskan akan dibuka. Modal asing akan diizinkan masuk dengan leluasa, bahkan hingga kepemilikan 100 persen, untuk bidang usaha di bandara, pelabuhan dan jasa kebandarudaraan.

Meskipun kepemilikan 100 persen ini bukan pada asetnya, tapi pada pengelolaannya, tetap saja mengundang keprihatinan bahwa kita terang-terangan menunjukkan kepada dunia bahwa kita tak becus mengelola Republik yang sudah 68 tahun merdeka.

Selain lima bidang usaha tersebut, ada sekitar 10 bidang usaha lainnya yang selama ini sudah membuka diri pada investasi asing, akan diperluas kepemilikan asingnya. Bidang usaha tersebut antara lain bidang pariwisata alam yang sebelumnya dipatok kepemilikan saham asing maksimal 49 persen, diperbolehkan hingga 70 persen.

Bidang telekomunikasi jaringan tertutup, kepemilikan saham asing diizinkan hingga 65 persen, setelah sebelumnya hanya boleh maksimal hingga 49 persen. Sementara itu, kepemilikan asing di farmasi akan diizinkan meluas dari maksimal 75 persen menjadi 85 persen.

Keputusan ini makin menambah panjang daftar bidang atau sektor ekonomi kita yang dikuasai asing, setelah perbankan, migas, dan telekomunikasi.

Kita bukan anti-asing. Investasi asing bagaimanapun kita butuhkan untuk membangun negeri ini. Hampir seluruh negara di dunia saat ini tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan dalam negeri untuk menumbuhkan perekonomian mereka.

Saat ini kita sudah berada di desa global di mana industri, pekerja, dan pasar saling lintas negara. Bahkan, China yang selama bertahun-tahun dikenal "selalu curiga" terhadap segala sesuatu yang berbau asing, membuka pintu rumah selebar-lebarnya untuk investasi asing.

Di masa-masa awal, Negeri Tirai Bambu tersebut bahkan berani mengiming-imingi para investor asing dengan upah buruh murah sebagai keunggulan komparatif mereka. Kita tahu kemudian bahwa pertumbuhan ekonomi China nyaris tak terbendung. Kini, China bahkan memimpin perekonomian dunia dalam posisi nomor dua setelah Amerika Serikat. Negeri dengan 1,4 miliar penduduk tersebut berhasil menyalip posisi Jepang.

Pesona pertumbuhan ekonomi China ini yang agaknya menyedot perhatian kita; dan kita, secara sepihak, melihat bahwa investasi asinglah yang membesarkan China seperti sekarang.

Pandangan tersebut tidak sepenuhnya salah. Tapi, sebaiknya kita juga harus melihat China jauh ke belakang. Bahkan, sebelum Deng Xiaoping, pemimpin yang dilihat dunia Barat sebagai pelopor keterbukaan China, negeri tersebut telah mengatur tahapan pembangunan dan pencapaian ekonomi mereka di bawah kepemimpinan duo Mao Zedong dan Zhou Enlai.

Bagi mereka yang mengikuti sejarah perjalanan China sejak awal sama sekali tak kaget saat kebijakan upah buruh murah yang dijadikan China sebagai iming-iming bagi investor asing mendadak di tengah jalan berubah.

Saat aliran investasi mulai membuahkan hasil, China segera menetapkan kebijakan upah minimum yang membikin para investor kalang kabut dan mengancam hengkang. China bergeming dengan ancaman ini karena mereka tahu "kapan memancing ikan besar" dan kapan saat yang tepat untuk melepaskannya karena mereka sudah mampu memproduksi ikan sendiri.

China secara hati-hati memilah mana sektor yang perlu pasokan investasi asing, mana yang bisa mereka kelola sendiri, juga secara cerdik menghitung berapa lama investasi tersebut akan diizinkan, berapa besar tanggung jawab investor untuk mentransfer teknologi pada SDM China, dan kapan kira-kira mereka bisa sepenuhnya mengambil alih pengelolaan yang dipasrahkan ke asing tersebut.

Kecerdikan China ini dipandu oleh cita-cita awal pendirian republik mereka. Cita-cita sama yang sebenarnya juga dimiliki Indonesia, yakni sebuah kedaulatan di bidang politik, kemandirian ekonomi dan memiliki kepribadian secara sosial budaya. Proklamator Indonesia Soekarno mengucapkan pidato soal trisakti ini di tahun 1963. Hanya saja China punya konsistensi untuk menjaga marwah para pendiri republik, sedang kita tidak.

Inilah mengapa kita khawatir jika kita tak memiliki strategi matang saat membuka tangan selebar-lebarnya bagi investasi asing, kita hanya bakal diempas gelombang.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment