Pengamat Beber Tujuh Cara Transaksi Politik
JAKARTA – Dalam proses politik yang berorientasi transaksional , posisi pemilih (voter) dan kandidat menjadi tidak seimbang. Transaksi politik ini sangat berbahaya, karena selain berpotensi besar melemahkan warga, juga bisa melahirkan persepsi kuat bahwa pemilu harus dengan praktik transaksional. Inilah yang membuat kedudukan pemilih dan kandidat menjadi tidak setara.
Kandidat memiliki akses dan kendali terhadap pemilih. Demikian pendapat Direktur Pusat Kajian Politik Fisip UI (Pus kapol UI) Sri Budi Eko War dani da lam diskusi publik'Transaksi Politik Dalam Pemilu di Indonesia' bersama peneliti senior Daniel Dhakidae dan Pelaksana Harian Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HSPI) Hotel Harris Jakarta, Rabu (6/11).
Sri menguraikan, selama ini transaksi politik di Indonesia dilakukan dalam berbagai cara dan bentuk. Cara pertama yakni "program" untuk menarik simpati war ga dengan menggunakan uang dari APBD dalam pemilukada provinsi, kabupaten dan kota.
Cara ini biasanya adalah perantara seperti pengurus ormas, atau aparat pemerintah. Cara kedua, kandidat mengumpulkan sertifikat tanah warga di suatu wilayah lantas membayarkan pajak tanah warga itu selama setahun terakhir. Cara ketiga, ormas melakukan kesepakatan dengan kandidat. Ormas ditawarkan proyek bisnis atau kerja oleh kandidat itu kalau terpilih, tapi syaratnya ormas mendukungnya dan memberikan suaranya.
Cara keempat, dan termasuk unik, adalah panawaran wisata rohani bagi para calon pemilihnya. Cara ini melibatkan pemimpin keagamaan dalam memobilisasi jamaahnya untuk mendukung kandidat tertentu. Cara kelima, terang Sri lagi, kandidat memperkerjakan saksi di TPS, namun saksi itu dibayar lebih mahal dengan syarat saksi tersebut juga mengerahkan warga setempat ke TPS untuk memilih kandidat tertentu.
Sedangkan cara keenam, kandidat tertentu membuat kesepakatan dengan pengusaha agar memberi dukungannya. Kepada pengusaha, kandidat itu menjanjikan sejumlah proyek infrastruktur. "Nah, partisan dan klientelisme ini biasa digunakan dalam pemilu legislatif, pemilukada, pemilihan kades, bahkan pilpres. Itu se mua melanggar hukum," tegas Sri.
Sedangkan yang terakhir, kata Sri, tidak dibolehkan sama sekali pendanaan kandidat untuk menggalang dukungan suara dalam pemilu. Namun semuanya didanai negara dalam bentuk alokasi anggaran program pembangunan untuk seluruh rakyat di seluruh wilayah pemilihan.
Sementara itu, Daniel Dhakidae mengatakan di Indonesia ini belakangan ini tak ada politik yang bersih. "Di mana pun, semua politik pasti bersifat transaksional," ujar Daniel. Menurutnya, politik di Indonesia memang transaksional, mulai tingkat pemilukada hingga pemilu. "Nyaris semuanya membeli dan menjual kedudukan. Wani piro adalah dasar dari transaksi politik di setiap pemilu di sini," lontar Daniel. (ind)
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment