Perusahaan Bisa Pilih Relokasi
Rabu, 6 Nopember 2013
JAKARTA (Suara Karya): Pendapat apakah upah buruh di Indonesia sudah memadai atau belum masih menjadi perdebatan sengit. Di satu sisi kebutuhan hidup makin mencekik, sementara di sisi lain pertumbuhan perusahaan belum merata. Akibatnya, pemutusan hubungan kerja (PHK) terus mengancam di tengah tuntutan kenaikan upah buruh ini. Menurut pengamat birokrasi pemerintahan, Djoko Darmono, nilai tukar rupiah yang tidak stabil, ditambah masih besarnya ketergantungan terhadap bahan baku impor, membuat posisi perusahaan dilematis. "Buruh terus menuntut upah makin tinggi, sementara biaya impor juga terus membengkak. Perusahaan pasti sulit memilih antara menaikkan upah buruh sesuai tuntutan atau memperkuat sektor produksi yang komponen bahan bakunya diimpor," ujar Djoko di Jakarta, kemarin. Kehidupan buruh memang berat bila memandang struktur upah yang mereka terima saat ini. Namun, Djoko khawatir kesulitan dalam memenuhi tuntutan buruh membuat perusahaan menyerah. "Kita tentu berharap upah buruh bisa ideal. Namun, kita juga mesti melihat kondisi perusahaan, jangan sampai perusahaan malah melakukan relokasi sehingga lahir PHK besar-besaran," tuturnya. Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengatakan Indonesia telah meninggalkan kebijakan upah murah. "Itu tidak seperti apa yang dilihat di lapangan," katanya. Menurut Said, situasi di Indonesia justru bertolak belakang dengan pernyataan Presiden SBY. Pemerintah, katanya, masih berpihak kepada kebijakan upah murah--termasuk Gubernur DKI Jakarta Jokowi yang memutuskan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2014 sebesar Rp 2.441.301. Menurut Said, UMP sebesar itu sangat tidak rasional. Sebab, buruh setiap bulan harus mengeluarkan biaya hidup Rp 600 ribu untuk sewa rumah, Rp 500 ribu untuk ongkos transportasi ke pabrik dan kegiatan lain, dan Rp 990 ribu untuk makan. Alhasil, sisa uang dipegang buruh hanya tinggal sekitar Rp 250 ribu untuk biaya hidup setiap bulan di Jakarta. Said merasa miris dengan UMP DKI Jakarta tahun 2014. Dia mengakui, itu lebih rendah dibanding upah minimum tahun 2013 di Bangkok (Thailand) sebesar Rp 2,8 juta dan Manila (Filipina) Rp 3,2 juta. Said mengingatkan, investasi asing di Jakarta dan sekitarnya telah masuk lebih dari empat dasawarsa yang lalu, sejak diterapkannya UU Penanaman Modal Asing. "Kenyataan ini memaparkan bahwa selama 43 tahun buruh terus miskin," katanya. Menurut Said, penetapan UMP DKI 2014 diputuskan berdasar kebutuhan hidup layak (KHL) tahun 2013 sebesar 2.299.806. Padahal, anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh sudah mengusulkan agar patokan yang digunakan adalah KHL 2014 sebesar 2.767.320. Gubernur Jokowi, lanjut Said, tidak mau sama sekali mempertimbangkan usulan buruh. Fakta ini, katanya, menjelaskan bahwa Gubernur Jokowi justru memberlakukan kebijakan upah murah dan bertentangan dengan pernyataan Presiden SBY. "Karena UMP DKI tahun 2014 mengunakan dasar perhitungan KHL tahun 2013, berarti buruh di DKI membayar biaya hidup di tahun depan dengan patokan gaji di tahun sekarang. Jelas sekali kebijakan upah murah ini akan terus memiskinkan buruh dan masyarakat," kata Said. Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menegaskan, ia tidak akan mengubah penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2014 yang telah ditetapkan sebesar Rp 2,4 juta. Terlebih, di Ibu Kota, untuk biaya kesehatan dan pendidikan ditunjang melalui program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP). "Tolong ini dibedakan dengan daerah lain ya. Di sini (Jakarta) program-program yang kita berikan seperti KJS dan KJP itu sudah bisa mengurangi pengeluaran," ujar Jokowi. Bahkan, dikatakan Jokowi, selain dua program tersebut, ke depan, Pemprov DKI Jakarta juga akan menyediakan hunian layak bagi buruh. "Jadi, saya kira ada dua hal besar yang bisa menambah tetapi juga bisa mengurangi. Kita sudah memberikan pengurangan beban di sisi itu," katanya. Ia pun membantah tidak dikabulkannya tuntutan buruh yang meminta UMP hingga Rp 3,7 juta karena khawatir para investor akan kabur dari Jakarta. Apalagi, kenaikan UMP ini sudah dihitung oleh Dewan Pengupahan melalui survei. "Tidak ada urusan dengan itu. Waktu tahun lalu, saya naikkan hampir 50 persen karena ada defisit yang menumpuk dan belum capai kebutuhan hidup layak (KHL), sehingga kita kumpulin jadi seperti itu," ucap Jokowi. Meski begitu, Jokowi pun pasrah jika dengan penetapan UMP sebesar Rp 2,4 juta, akan ada penolakan dari buruh. Menurutnya, hal tersebut merupakan risiko dari keputusan yang diambil. "Dulu juga kita dimaki-maki sama pengusaha, tidak apa-apa. Tahun ini juga, ada yang maki-maki lagi dari kaum pekerja. Saya kira itu risiko sebuah keputusan," katanya. Ditambahkan Jokowi, penetapan UMP 2014 sudah sesuai dengan rekomendasi Dewan Pengupahan. "Itu aturannya sudah berlaku. Kalau sudah ditandatangani, berlaku tahun depan," katanya. (Bayu/Dwi Putro/Sabpr
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment