JAKARTA. Pemerintah Arab Saudi terus melakukan sweeping tenaga kerja illegal di seluruh wilayah Arab Saudi. Dari data yang oleh pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), sudah 8.000 WNI yang tertangkap dalam razia yang dilakukan pihak kepolisian dan imigrasi setempat.
"Perkiraan kita sudah sampai 8.000 WNI yang terjaring dalam razia tersebut. Untuk jumlah keseluruhan overstayer (yang dirazia) kurang tahu," ujar Pelaksana Penerangan Sosial Budaya KJRI Jeddah, Ahmad Sayfuddin kemarin. Mereka yang terjaring adalah mereka yang berada di luar rumah. Seperti, rumah sakit, perusahaan-perusahaan, dan toko-toko. Hal ini mengingatkan kembali pada imbauan dari pihak KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh sebelumnya, agar para WNI tetep tinggal di rumah. Pasalnya, ototritas Saudi memang sejak awal telah melarang adanya razia yang dilakukan dari rumah ke rumah.
Ia mengatakan, para WNI yang terjaring selanjutnya akan ditempatkan di karantina imigrasi di kawasan Sumaisi, Jeddah. Mereka akan menjalani proses pendataan, seperti tes sidik jari dan persiapan dokumen untuk selanjutnya dipulangkan kembali ke tanah air. Sedangkan untuk perihal WNI yang berada di bawah kolong Jembatan Palestina, Jeddah, ia mengatakan telah dilakukan pemindahan ke Sumaisi. Mereka ditempatkan bersama WNI yang terkena razia.
Untuk masalah denda dan hukuman, Sayfuddin mengatakan kemungkinan untuk denda tidak akan diberlakukan. Sedangkan untuk hukuman, saat ini mereka sudah ditahan meskipun dalam kondisi menunggu masa deportasi sehingga tidak akan seperti yang dibayangkan sebelumnya.
"Untuk denda, sepertinya tidak. Mereka juga tidak memiliki uang untuk itu. Sedangkan untuk hukuman, saat ini mereka juga sedang ditahan (dalam karantina imigrasi," jelasnya.
Untuk proses deportasi sendiri, menurut Sayfuddin, masih belum bisa dipastikan kapan waktunya. Sebab masih banyak dokumen yang harus dilengkapi dari para overstayer ini. "Tergantung penerbangan, kelengkapan dokumen. Untuk biaya deportasi, dari Pemerintah Arab Saudi," tutup Sayfuddin.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengungkapkan, , TKI ilegal yang terkena razia setelah masa amnesti ditutup, ditempatkan di penampungan imigrasi Saudi. Jumlahnya diperkirakan 4.000 orang. Jumlah ini bakal terus bertambah seiring pemberlakukan sweeping besar-besaran.
Razia ini dilakukan Saudi karena mereka tidak ingin kehilangan pajak dari tenaga kerja asing. Semakin banyak tenaga kerja asing ilegal, maka potensi kehilangan pajaknya semakin besar. Sasaran utama adalah tenaga kerja asing ilegal di tempat-tempat usaha."Kondisinya (tahanan, red) sangat layak. Intinya parat TKI ilegal tidak sampai diperlakukan seperti kriminal," katanya. Dia juga menuturkan, hubungan baik antara Indonesia dengan Saudi diharapkan berpengaruh kepada perlakuan TKI ilegal itu.
Menurut Jumhur, pekerjaan besar saat ini adalah mempersiapkan gelombang deportasi. Dia menegaskan bahwa kebijakan deportasi bagi tenaga kerja asing ilegal di Saudi sudah tidak bisa ditawar lagi. "Saya berharap proses deportasi ini dilakukan secara manusiawi," kata dia.
Jumhur mengatakan seluruh TKI ilegal yang kini ditahan di imigrasi belum tentu dideportasi semuanya. Dia mengatakan TKI-TKI ilegal yang dideportasi lebih dulu adalah mereka yang memiliki dokumen-dokumen cukup.
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Dirjen Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Reyna Usman mengatakan, pemerintah berupaya negosiasi mendapatkan keringan pengurusan legalitas TKI overstayer di Saudi.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani permasalahan amnesti bagi WNI/TKI yang berada di Arab Saudi. Namun sampai batas akhir 3 November lalu hanya tercatat "ada 101.067 WNI yang mengurus SPLP (surat perjalanan laksana paspor). Dari jumlah itu, 17.306 orang sudah kembali mendapatkan kontrak kerja dan 6.700 orang sudah pulang ke tanah air.
Minimnya penyelesaian TKI ilegal di Saudi diprediksi akibat masih banyaknya TKI ilegal yang ingin bekerja kembali. Namun mereka terganjal belum mempunyai majikan dan kurangnya tenaga konsulat untuk membantu pengurusan dokumen.
Rencananya Menakertrans Muhaimin Iskandar akan mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Dalam Negeri Arab Saudi untuk mencari solusi. Rencana pertemuan itu segera dibahas secara bilateral oleh kemenakertrans setelah mendapat persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (wan/mia/kim/jpnn/upi)
No comments:
Post a Comment