Monday, November 11, 2013

[batavia-news] Preman, Negarawan dan Pahlawan

 

 

Preman, Negarawan dan Pahlawan

Kategori berita:OpiniArtikel dimuat pada: 09 Nov 2013, 01:09:00 WIB
gambar_berita

(Ilustrasi)

Oleh: Tigor Damanik.

Preman, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut sebagai " orang jahat " (penodong, perampok, pemeras, dan sebagainya). Dalam bahasa Belanda, Vrijsman atau "orang bebas" (vrijs = bebas dan man = orang). Bahwa ada juga yang menyebut, preman itu sebagai singkatan dari kata pre makan.

Pre atau gratis makan, karena si pemilik warung makan takut jika tidak diberi makanan diri dan warungnya terancam tidak aman. Premanisme, cara atau gaya hidup seperti preman yang biasanya mengedepankan kebengisan dan kekerasan. 

Negarawan, orang yang ahli dalam kenegaraan (pemerintahan). Atau pemimpin politik yang taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan kedepan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.

Pahlawan, adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya didalam membela kebenaran. Pahlawan juga disebut sebagai pejuang yang gagah berani.

Sementara "kepahlawanan" memiliki arti sebagai bersifat pahlawan. Memiliki keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban dan kekesatriaan serta kesetiakawanan.

 

Hakiki Pahlawan

 

Pada zaman dahulu, sosok pahlawan sering diidentikkan dengan seseorang yang pernah berjuang dan berjasa bagi nusa dan bangsa, yang orangnya sudah meninggal dunia dan gugur di medan perang.

Padahal sejatinya tidaklah selalu demikian. Orang yang masih hidup-pun bisa saja disebut sebagai pahlawan dan lalu diberi gelar pahlawan. Terutama, jika yang bersangkutan telah berbuat sesuatu hal (jasa) luar biasa bagi kepentingan nusa, bangsa dan negara.

Seorang guru, karena dinilai telah berjasa kepada bangsa dan negara dalam bidang pendidikan dan pengajaran hingga membentuk watak dan karakter serta memajukan bangsa disebut sebagai pahlawan, yakni pahlawan tanpa mahkota/tanda jasa.

Dalam perkembangannya, malah dimensi pengertian pahlawan, kini sudah semakin meluas dan bias. Bergeser dari sifat formal ke informal dan lebih menitikberatkan ke fakta keberjasaannya ketimbang penghargaan formalnya.

Bahwa seseorang yang taat membayar pajak saja kini sudah disebut sebagai pahlawan. Petani, disebut sebagai pahlawan pangan. Juga Tenaga Kerja Indonesia/Wanita yang mencari nafkah di manca negara kerap disebut sebagai pahlawan devisa.

 

Preman, Negarawan dan Pahlawan

 

Pertanyaannya, mengapa Preman menjadi disandingkan dengan (sosok) Negarawan dan Pahlawan ?

Padahal "Preman", meski dikenal sebagai pemberani namun sifat dan perilaku serta tindakannya adalah jahat. Pembuat resah dan pengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat ?.

Ciri khas Preman umumnya "bertattoo", berpostur besar, kekar/tegap dan sangar. Meski tidak sedikit juga Preman yang berbadan kurus krempeng dan kuyu. Namun perangai, keberanian dan ke-nekadannya sama yakni melakukan kejahatan.

Memeras, mencopet, merampok, pelecehan seksual, bahkan tidak segan-segan lalu memperkosa dan membunuh. Hanya saja, Preman, karena tindakannya dinilai sudah semakin keterlaluan dan meresahkan masyarakat, kini menjadi sasaran pemberantasan Polri, baik di Jakarta maupun di Polda lainnya di Indonesia.

Sejak bergulirnya era reformasi dan pasca melakukan empat kali amandemen UUD 1945 dengan keberadaan berbagai ketentuan terkait otonomi daerah dan pemilu (pilkada, legislatif dan presiden), yang euforis demokratis, dimana untuk menduduki jabatan kepala daerah, menjadi anggota DPR, DPD, DPRD, dan sebagainya di era reformasi ternyata sudah tidak lagi melalui jenjang pendidikan formal dan selektif.

Berakibat, kini, yang (mantan) preman pun sudah banyak yang naik peringkat menduduki jabatan penting dan strategis di pemerintahan/daerah hingga menjadikan sosok mereka-mereka ini (kelak) sebagai negarawan!

Soal keberadaan ijazah (formal), gampang, karena bisa diusahakan dan diatur! Soal uang, dari hasil kejahatan masa lalu sebagai seorang mantan preman atupun pun dari hasil pinjam sana pinjam sini, ataupun meminjam dari bank, karena yang bersangkutan juga adalah seorang pengusaha yang preman, uang mana lalu dijadikan semacam alat "money politic" (politik uang), menyogok konstituennya, yang umumnya secara sembunyi-sembunyi.

Bermodalkan banyak uang, kenalan dan relasi, tentu sudah lebih dari cukup untuk menjadikannya sebagai anggota calon legislatif hingga foto-fotonya terpampang diberbagai baliho dan spanduk, dan lain-lain, di berbagai pelosok, termasuk di kendaraan-kendaraan lain dan di becak-becak.

Ketika sang (mantan) Preman terpilih menjadi wakil rakyat dan naik ke strata upper class (kelas atas /elitis) maka kesempatan untuk duduk di berbagai kursi eksekutif dan legislatifpun menjadi terbuka lebar. Karena itu tadi, yang penting ada modal, daya dan upaya, terutama dana!

Sehingga rakyatpun menjadi terkesima dengan berbagai perubahan penampilan sang "preman intelek" ketika sudah terpilih menjadi wakil rakyat dan atau menjadi kepala daerah melalui pemilukada formal.

Analisis sederhana inilah yang melatarbelakangi mengapa hingga penulis harus menyandingkan Preman dengan Negarawan dan Pahlawan.

Preman menjadi negarawan, yang sudah merubah dan mencuci dirinya secara radikal dan bersih. Faktanya, dirinya sudah menjadi wakil rakyat ataupun kepala daerah dan pemimpin lainnya.

Bahkan menjadi idola masyarakat karena kepiawaiannya dan selalu mengumandangkan suaranya, yakni demi keadilan dan kebenaran, demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta gencar meneriakkan yel-yel anti korupsi!

Ketika meninggal dunia atau disebut gugur, maka jadilah kini diri (jenazah)-nya menjadi pahlawan karena mendapat penghormatan dimakamkan di makam pahlawan, sebuah lokasi "rest in peace" (tempat peristirahatan) khusus bagi orang-orang yang dianggap/dinilai berjasa kepada nusa, bangsa dan negara.

Sehingga kini, di era reformasi, pengertian pahlawan sudah bergeser. Bukan lagi karena pernah berjasa kepada nusa dan bangsa melalui peperangan/perjuangan fisik dalam menentang penjajah, lalu disusul penganugerahan gelar kepahlawanan (formal) sebagai tanda penghargaan dan atau meng-abadikan namanya sebagai nama jalan, nama bandara, nama rumah sakit, dan lain sebagainya.

Namun adalah karena berkat kegigihan, keberanian dan perjuangannya dalam mencalonkan dirinya sebagai wakil rakyat dan atau menjadi pemimpin daerah/pusat hingga merubah dirinya secara radikal masuk ke jajaran kelompok/lapisan elitisme.

Menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Ikut berjuang dan bertandem dalam pemberantasan (pencegahan dan penindakan) korupsi. Memelopori dan berjuang dalam menyelamatkan dan menolong jiwa orang (masyarakat) lain yang membutuhkan pertolongan. 

Hingga menjadi layak disebut sebagai pahlawan, karena orangnya sudah merubah diri dan berusaha membersih diri serta menjadi anti korupsi dan anti kemaksiatan, dan lain-lain, meski terkadang penyakit lamanya sewaktu-waktu bisa saja kambuh.

Penutup

Baik kata, jiwa, sifat dan perilaku (seorang) preman bilamana disandingkan dengan negarawan dan pahlawan memang kontradiktif. Bahwa Preman tidaklah wajar untuk disebut sebagai negarawan, apalagi pahlawan.

Tapi kini, dalam perkembangan praktik berdemokrasi, entah itu karena sudah tanpa mengindahkan batas-batas penilaian tentang apa makna hakiki preman, negarawan dan pahlawan, bahwa preman, pasca melalui proses pencucian dan penyucian diri hingga di/ter-pilih/dipercaya konstituennya (masyarakat pemilihnya), faktanya menjadi pemimpin atau anggota (legislatif, eksekutif dan yudikatif).

Dari semula berstatus preman berubah menjadi orang baik-baik (melalui "lembaga pertobatan") dan menjadi negarawan yang dimata rekan-rekannya dan oleh sebahagian kalangan masyarakat menjadi layak/dilayakkan sebagai pahlawan.

Sifat, sikap dan jiwa seorang (mantan) preman yang telah melalui pencucian otak dan jiwa hingga menjadi sosok negarawan. Gagah berani, tulus ikhlas menolong kaum marginal dan terpinggirkan.

Seperti sosok Robin Hood, si perampok/penjahat kelas wahid yang berjasa sebagai penolong kaum marginal.

Dimana uang/barang hasil rampokannya diserahkan/disumbangkan guna keperluan/kebutuhan orang-orang miskin atau tak mampu (kaum marginal).

Tapi, apakah memang hakiki pahlawan yang seperti ini yang disebut sebagai pahlawan masa kini, dan juga kemungkinan pada masa yang akan datang ?

Tentu menjadi bahan renungan ("serius") kita bersama !. ****

Penulis adalah seorang Pemerhati Sosial, tinggal di Medan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment