Warga Tolak Wali Nanggroe dan Bendera Aceh
Junaidi Hanafiah | Jumat, 15 November 2013 - 16:30 WIB: 7
(Dok/rustikaherlambang.wordpress.com)
Malik Mahmud dan bendera Aceh.
Ratusan warga dari Banda Aceh dan Aceh Besar berunjuk rasa menolak Malik Mahmud.
BANDA ACEH - Ratusan warga dari Banda Aceh dan Aceh Besar, berunjuk rasa ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Kamis (14/11). Mereka menolak Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe. Massa juga menolak Qanun Bendera dan lambang Aceh yang ditetapkan wakil rakyat itu.
Berdasarkan pantauan SH, massa yang didominasi tukang becak mulai berkumpul di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh sekitar pukul 10.30 WIB. Setelah satu jam berkumpul, mereka berkonvoi ke Gedung DPRA dengan menggunakan becak mesin. Ibu-ibu yang mengikuti aksi tersebut menumpang mobil bak terbuka.
Unjuk rasa tanpa orasi di gedung wakil rakyat oleh tiga ratusan warga yang mengaku berasal dari Aliansi Masyarakat Aceh Rayeuk (AMAR) tersebut berlangsung sekitar satu jam. Dalam unjuk rasa itu, mereka membentangkan sejumlah spanduk, antara lain bertulisan, "Jangan bodohi masyarakat dengan Wali Nanggroe palsu", "Malik Mahmud tidak ada dasar menjadi Wali Nanggroe", "DPRA sibuk dengan Wali Nanggroe", "Bendera dan lambang, masyarakat miskin terus", "Wali Nanggroe versi DPRA adalah bentuk sikap antidemokrasi", dan "Selamatkan hak rakyat dari jarahan Wali Nanggroe Palsu."
Warga juga mengklaim Malik Mahmud terlibat dalam pembunuhan sejumlah tokoh Aceh saat konflik dahulu, seperti Rektor IAIN Ar-Raniry Prof Safwan Idris, Rektor Unsyiah Prof Dayan Dawoed, dan Brigjen TNI HT Johan.
Alfian, koordinator aksi, mengatakan mereka berunjuk rasa ke DPRA untuk mempertanyakan kapasitas wakil rakyat Aceh yang selama ini duduk di bangku parlemen.
"Katanya mereka wakil rakyat, tapi kok mementingkan kelompok tertentu. Rakyat terus terabaikan," kata dia.
Alfian menyebutkan, selama ini, DPRA dan Pemerintah Aceh sibuk mengurus Wali Nanggroe dan Qanun Bendera. Sementara itu kehidupan masyarakat Aceh terabaikan.
"Mereka lebih mementingkan Wali Nanggroe dan bendera. Nasib rakyat yang semakin menderita luput dari perhatian mereka," ujar dia.
Tidak hanya itu, Alfian menambahkan, ekonomi Aceh anjlok. Pengangguran di Aceh juga semakin meningkat. Selain itu, pembangunan "jalan di tempat". Tapi, pemerintah Aceh dan DPRA sibuk berkutat dengan Wali Nanggroe dan Bendera.
"Ekonomi di Aceh anjlok. Pemerintah hanya sibuk mengurusi Wali Nanggroe yang menghabiskan dana begitu besar," ujar Alfian.
Penentangan masyarakat terhadap penetapan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe tidak hanya terjadi di Banda Aceh. Sejumlah daerah di Aceh, seperti Aceh Tengah dan Aceh Barat juga menolak penetapan Wali Nanggroe yang disebutkan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat Aceh.
Berdasarkan pantauan SH, massa yang didominasi tukang becak mulai berkumpul di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh sekitar pukul 10.30 WIB. Setelah satu jam berkumpul, mereka berkonvoi ke Gedung DPRA dengan menggunakan becak mesin. Ibu-ibu yang mengikuti aksi tersebut menumpang mobil bak terbuka.
Unjuk rasa tanpa orasi di gedung wakil rakyat oleh tiga ratusan warga yang mengaku berasal dari Aliansi Masyarakat Aceh Rayeuk (AMAR) tersebut berlangsung sekitar satu jam. Dalam unjuk rasa itu, mereka membentangkan sejumlah spanduk, antara lain bertulisan, "Jangan bodohi masyarakat dengan Wali Nanggroe palsu", "Malik Mahmud tidak ada dasar menjadi Wali Nanggroe", "DPRA sibuk dengan Wali Nanggroe", "Bendera dan lambang, masyarakat miskin terus", "Wali Nanggroe versi DPRA adalah bentuk sikap antidemokrasi", dan "Selamatkan hak rakyat dari jarahan Wali Nanggroe Palsu."
Warga juga mengklaim Malik Mahmud terlibat dalam pembunuhan sejumlah tokoh Aceh saat konflik dahulu, seperti Rektor IAIN Ar-Raniry Prof Safwan Idris, Rektor Unsyiah Prof Dayan Dawoed, dan Brigjen TNI HT Johan.
Alfian, koordinator aksi, mengatakan mereka berunjuk rasa ke DPRA untuk mempertanyakan kapasitas wakil rakyat Aceh yang selama ini duduk di bangku parlemen.
"Katanya mereka wakil rakyat, tapi kok mementingkan kelompok tertentu. Rakyat terus terabaikan," kata dia.
Alfian menyebutkan, selama ini, DPRA dan Pemerintah Aceh sibuk mengurus Wali Nanggroe dan Qanun Bendera. Sementara itu kehidupan masyarakat Aceh terabaikan.
"Mereka lebih mementingkan Wali Nanggroe dan bendera. Nasib rakyat yang semakin menderita luput dari perhatian mereka," ujar dia.
Tidak hanya itu, Alfian menambahkan, ekonomi Aceh anjlok. Pengangguran di Aceh juga semakin meningkat. Selain itu, pembangunan "jalan di tempat". Tapi, pemerintah Aceh dan DPRA sibuk berkutat dengan Wali Nanggroe dan Bendera.
"Ekonomi di Aceh anjlok. Pemerintah hanya sibuk mengurusi Wali Nanggroe yang menghabiskan dana begitu besar," ujar Alfian.
Penentangan masyarakat terhadap penetapan Malik Mahmud sebagai Wali Nanggroe tidak hanya terjadi di Banda Aceh. Sejumlah daerah di Aceh, seperti Aceh Tengah dan Aceh Barat juga menolak penetapan Wali Nanggroe yang disebutkan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat Aceh.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment