Monday, November 11, 2013

[batavia-news] Sulitnya Merengkuh Mimpi Indah Pemekaran Daerah

 

res: Pemekaran  daerah adalah politik penipuan terhadap rakyat-rakyat di daerah periferi. Siapa yang menjalankan penipuan bukan lagi rahasia dan tidak lain dari  klik neo-Mojopahit. Selama merdeka-merdeka kurang lebih 70 tahun tidak ada daerah  yang dimerkarkan mekar dalam mana penduduknya berkehidupan memada seperti apa yang dijanjikan dan didengung-dengunkan, terkecuali klik rezim neo-Mojopahit dan elit mereka serta raja-raja kerdil daerah yang ditugaskan agar terjamin hasil eksploatasi kekayaan daerah mengalir  tanpa ganguan ke pusat kekuasaan. Demikianlah kenyataan politik kolonial berlambang  kemerdekaan nasional dari Sabang sampai Merauke.
 
 
 
 
 
Sulitnya Merengkuh Mimpi Indah Pemekaran Daerah
Agus S/Inno J | Senin, 11 November 2013 - 18:21 WIB
: 56


(SH/Don Peter)
Warga Papua menyimak pembacaan hasil keputusan Rapat Paripurna, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (24/10).
Kegagalan pemekaran daerah jangan dipukul rata.

Jurang kemiskinan di antara masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) pascapemekaran sejumlah wilayah tidak banyak berubah. Bahkan, jurang itu makin melebar; yang kaya makin kaya dan yang miskin tetap miskin.

Tujuan pemerintah memekarkan kabupaten/kota untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur, mempermudah pelayanan publik, tidak sepenuhnya tercapai. Banyak tujuan yang melenceng, bahkan sungguh jauh dari titik keseimbangan yang diharapkan.

Namun, hal itu tidaklah membuat masyarakat di sejumlah daerah di Sultra patah arang. Pemekaran wilayah masih menjadi mimpi indah yang ingin terus digapai dan direngkuh. Sultra termasuk provinsi dengan persentase paling banyak memekarkan kabupaten baru selama era otonomi daerah.

Hasilnya, jumlah penduduk miskin pascapemekaran dan sebelum pemekaran, bukannya menurun, tapi malah bertambah. Sebelum pemekaran wilayah dilakukan, angka kemiskinan berkisar di 15-20 persen dari total penduduk. Setelah terjadi pemekaran, angka kemiskinan cenderung melebihi 20 persen.

"Di lihat dari aspek perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, pemekaran wilayah tidak memberikan manfaat sedikit pun bagi masyarakat. Pihak yang mendapat manfaat dari pemekaran wilayah hanya kelompok elite karena mengisi jabatan-jabatan baru di lingkungan pemerintahan," kata kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sultra,  La Ode Ota dalam percakapan dengan SH di Kendari, Jumat (8/11).

Banyak pebisnis mendapat peluang untuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah, seperti membangun gedung, membangun rumah dinas dan fasilitas perkantoran. Tidak sedikit di antara proyek itu tidak sesuai kualifikasi kontrak kerja. Pebisnis kongkalikong dengan pemerintah daerah untuk mendapat keuntungan berlipat ganda, sementara masyarakat hanya menonton proyek pemekaran daerah tersebut.

Hanya kesempatan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang tersedia bagi masyarakat kebanyakan. Tapi, tidak sedikit pula, pejabat di daerah membuat kuota bagi keluarganya masing-masing untuk menjadi PNS di daerah pemekaran. Karena itu, kata La Ode Ota, tidak mengherankan jika kesenjangan kemiskinan makin melebar.
 
"Mungkin dari sisi pelayanan masyarakat, tujuan pemekaran mencapai sukses karena masyarakat yang sebelumnya jauh dan sulit ke pusat pemerintahan, menjadi lebih mudah menjangkau pusat pemerintahan dan pelayanan. Namun, dari aspek perbaikan pendapatan, masih jauh dari harapan banyak orang. Banyak warga yang hanya menonton gedung pemerintah, tidak mendapat keuntungan ekonomi apa pun," katanya.

Dirusak Pertambangan

Di Kabupaten Bombana, misalnya, kehidupan masyarakat setelah pemekaran wilayah bukannya membaik, tapi malah memburuk.
 
Banyak lahan di daerah tersebut yang sebelumnya menjadi tempat bercocok tanam, sudah beralih fungsi menjadi area perkantoran milik pemerintah maupun pihak swasta. Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan pemerintah daerah yang memberikan sejumlah kawasan hutan kepada para investor tambang.

Petani yang ingin ke kebun, tetapi harus melewati areal pertambangan, kini tidak diperbolehkan lagi. Tidak jarang mereka harus dikejar-kejar petugas pengamanan kawasan tambang karena dicurigai akan mencuri atau merusak fasilitas perusahaan tambang. Konflik antara masyarakat dengan investor tambang meningkat tajam. Hal serupa terjadi di kabupaten hasil pemekaran, seperti Konawe Utara dan Buton Utara.

La Ode Ida, yang menjadi Wakil Ketua DPD, tak menampik hal tersebut. Menurutnya, pemekaran daerah di Sultra hanya menguntungkan elite politik, pejabat birokrasi, dan pebisnis.
 
"Setelah sebuah wilayah dimekarkan, kelompok elite politik berlomba mengisi jabatan-jabatan politik di DPRD maupun mengincar kursi bupati dan wakil bupati. Kalangan elite birokrasi berebut mengisi jabatan-jabatan baru di lingkungan birokrasi pemerintahan. Tidak ada yang bisa membantah hal ini di Sultra," ia menegaskan.

Sejumlah kantor bupati, DPRD kabupaten serta kantor gubernur dan DPRD Sultra tak pernah sepi dari aksi demonstrasi sejak beberapa tahun terakhir.
 
Berbagai keluhan warga mengalir ke kantor-kantor itu, entah karena konflik dengan investor yang datang setelah pemekaran daerah ataupun karena masyarakat merasa telah tertipu oleh pemerintah setempat.
 
Banyak janji yang tidak ditepati. Pembangunan infrastruktur tidak berjalan. Jangankan pembukaan infrastruktur baru, menjaga infrastruktur yang sudah ada sekalipun banyak pemerintah daerah yang tidak mampu.

"Triliunan uang negara yang mengalir ke daerah hanya membayar gaji pegawai, pejabat hingga pembangunan gedung perkantoran, untuk beli mobil dinas yang tidak ada manfaatnya untuk rakyat banyak," kata La Ode Ida.

Meski tak bisa disangkal ada juga pemekaran wilayah yang mendatangkan sedikit kesejahteraan bagi masyarakat, misalnya klaim Bupati Wakatobi, Hugua. Menurutnya, Kabupaten Wakatobi yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Buton, dilihat dari aspek fisik memang banyak yang belum berjalan.
 
Namun, dari sisi pemberian layanan terhadap masyarakat, ia mengklaim terjadi kesuksesan. Lokasi rumah sakit makin dekat dengan masyarakat, tak harus menyeberang laut untuk mendapat pelayanan. Demikian juga fasilitas sekolah yang sebelumnya tidak tersedia di beberapa tempat.

"Sebelum pemekaran wilayah, masyarakat Wakatobi banyak yang meregang nyawa di tengah laut saat dalam perjalanan menuju rumah sakit yang ada di Kota Baubau (Kabupaten Buton). Keberhasilan dari pemekaran wilayah yang tidak bisa dinilai dengan materi," katanya.
 
Wakatobi yang biasanya terisolasi ketika musim hujan karena gelombang laut yang tinggi, kini memiliki alat transportasi laut yang memadai, disediakan pemerintah daerah; bahkan terjangkau dengan pesawat terbang.
 
Pariwisata Wakatobi pun berhasil dieksplorasi sehingga menjadi destinasi pariwisata internasional. Karena itu, ia mengatakan sukses tidaknya pemekaran daerah sangat tergantung pada kemauan pemerintah daerahnya.
Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment