(dok/ist)
Ilustrasi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampak sangat merisaukan perkembangan ekonomi belakangan ini, sampai-sampai ia mengajak anggota kabinet mendinginkan suasana di tengah keteduhan Istana Cipanas.
Berbagai indikator ekonomi memang memperlihatkan kecenderungan memburuk, tentu saja merupakan pukulan bagi pemerintahan SBY, mengingat masa kerjanya makin pendek.
Sejumlah indikator makin tidak menggembirakan, mencakup pelemahan nilai tukar rupiah, inflasi bulan November, cadangan devisa, pembengkakan jumlah subsidi BBM, dan membesarnya defisit transaksi berjalan.
SBY patut merisaukan perkembangan ini. Namun, peluangnya untuk memperbaiki keadaan makin kecil karena tahun depan kita memasuki agenda politik yang sangat padat sehingga hampir tidak ada waktu lagi bagi pemerintah mengurusi ekonomi.
Kecemasan SBY bisa dimaklumi. Nilai tukar rupiah belakangan ini terus menurun, bahkan beberapa hari terakhir diperdagangkan sekitar Rp 12.000 per dolar AS, jauh di atas proyeksi APBN yang hanya Rp 9.600.
Sudah pasti semua pihak mencemaskan nilainya akan makin menurun, setidaknya tahun depan. Hal ini karena faktor eksternal maupun internal. Bahkan, bila terjadi guncangan psikologis yang mendorong ketidakpercayaan masyarakat kepada otoritas moneter, laju peluncurannya bisa sangat cepat.
SBY juga sangat mencemaskan pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diperkirakan meningkat jauh melampaui proyeksi APBN.
Setelah menaikkan harga BBM beberapa bulan lalu, pemerintah mengalokasikan subsidi BBM Rp 200 triliun. Namun, realisasinya hingga akhir tahun diperkirakan mencapai Rp 224 triliun. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal menekan subsidi sekalipun harga BBM sudah dinaikkan.
Aspek lain yang dicemaskan adalah laju inflasi, yang diperkirakan juga meleset dari sasaran. Pemerintah menetapkan target inflasi 9 persen hingga akhir tahun, tetapi sejumlah ekonom memperkirakan realisasinya bisa sekitar 9,5 persen. Tentu saja inflasi akan cenderung meningkat tahun depan, terutama setelah kenaikan BI rate menjadi 7,5 persen dan nilai rupiah yang terus merosot.
Perkembangan ini pasti sangat mengganggu pemerintahan Presiden SBY, yang menghadapi tekanan berat di ujung pemerintahannya. Ini benar-benar merupakan pertaruhan baginya.
SBY sering menggembar-gemborkan prestasi yang dicapai dalam mempertahankan stabilitas ekonomi dan peningkatan PDB sehingga Indonesia makin diperhitungkan dunia. SBY bahkan sangat memercayai ramalan peneliti dan pakar asing yang memproyeksikan Indonesia menjadi kekuatan 10 besar dunia pada 2025 mendatang.
Hal itu tentu menjadi dorongan bagi kita untuk terus memacu semua potensi yang ada. Namun, kita sering melupakan kenyataan bahwa asing berkepentingan mengincar potensi pasar Indonesia yang sangat besar, bukan sebagai kekuatan ekonomi yang mandiri.
Kita bahkan melupakan tekad lama untuk memperkuat struktur industri nasional, yang kini justru makin bergantung pada barang modal dan bahan baku impor. Pemerintah gagal mengolah kekayaan alam yang melimpah untuk meningkatkan nilai tambah, tetapi mengeksploitasi dan mengekspornya dalam bentuk bahan mentah. Kebijakan itu selain membiarkan komoditas kita dijual murah, juga merusak alam.
Tak mengherankan kita terus mengalami defisit transaksi berjalan. Ekspornya makin terbatas, sedangkan impor terus membengkak.
Kita tidak pernah serius memperkuat keunggulan komparatif. Upaya mempertinggi value added atas komoditas andalan, kalah gencar dengan pengembangan industri manufaktur yang—dalam banyak kasus—menempatkan Indonesia sebagai "tukang jahit". Mereka ini yang senantiasa haus devisa impor.
Selama aspek fundamental ini tidak diperkuat, perekonomian kita makin dikuasai asing dan pedagang yang tidak peduli upaya penguatan potensi nasional. Akibatnya, kita selalu terombang-ambing karena perekonomian kita tidak berakar pada kekuatan sumber daya sendiri.
Mencermati keadaan ini, siapa pun tokoh yang akan menggantikan SBY tahun depan, menghadapi persoalan pelik dan berat karena landasan yang ada tidak cukup kokoh. Kita hanya bisa berharap, dalam sisa sedikit waktu kekuasaannya, SBY menempuh langkah-langkah strategis yang bisa memulihkan kepercayaan publik sehingga keadaan tidak memburuk.
I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 662 of my spam emails to date.
Do you have a slow PC? Try a free scan!
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment