Thursday, December 5, 2013

[batavia-news] INDEKS PERSEPSI KORUPSI DAN TRANSPARANSI

 

Surat khabar AsiaTimes dua atau tiga tahun menulis sebuah artikel tentang korupsi, dalam mana dikatakan bahwa : di India korupsi dilakukan dibawah meja, di Tiongkok dilakukan diatas meja, tetapi di Indonesia korupsi bersama menjanya. Index korupsi dan transparansi  NKRI menduduki tempat kelas kambing.
 
 
Rabu, 4 Desember 2013 18:23 WIB
 

INDEKS PERSEPSI KORUPSI DAN TRANSPARANSI

Angie
Terpidana korupsi yang juga politisi, Angelina Sondakh

LAGI- lagi soal korupsi, sebuah isu yang tak habis-habis dibahas di negeri ini. Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko,   mengatakan,  dinamika korupsi di Indonesia lebih dipengaruhi korupsi politik, kepolisian dan peradilan.

Secara bebas dapat diterjemahkan,  gerak korupsi di negeri ini lebih banyak menghinggapi aktor – aktor dan lembaga politik, aktor dan lembaga kepolisian, serta actor  dan lembaga peradilan. Tiga pemegang kekuasaan mutlak di sebuah negara demokrasi: pembuat aturan perundangan, penegak hukum, dan lembaga pemutus.

Dengan menganalogikan bahwa korupsi itu kini sudah mirip dengan shabu, atau jenis narkoba lainnya, yang gampang menular dan menimbulkan kecanduan bagi pemakai, perlukah kita heran bahwa kejahatan korupsi semakin meraja lela di negeri ini manakala ketiga pemegang kekuasaan mutlak itu juga berlumuran korupsi?

Itu sebabnya, ketika TII meluncurkan Corruption Perception Indeks (CPI/Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia tahun 2013 yang menunjukkan posisi Indonesia tidak berubah dari posisi tahun lalu dengan skor yang sama, yakni 32,  Wk Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan indeks tersebut tak dapat dijadikan justifikasi untuk menilai bahwa upaya pemberantasan korupsi masih lemah.

KPK sebenarnya sudah bekerja keras. Bahkan tak berlebihan jika dikatakan,  gerak cepat KPK yang semakin mendapat kepercayaan rakyat, justru mau tidak mau, ikut memacu semangat jajaran kejaksaan dan kepolisian untuk juga aktif memburu para koruptor. Sebagai indikator, dapat disimak angka-angka di bawah ini:

Antara Januari sampai Juli 2012 saja, artinya dalam satu semester di tahun lalu,  Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 597 orang ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan ditangkap.  Penetapan tersangka ini dilakukan KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dalam satu kesempatan juga memaparkan, sejak 2004 hingga 2012, tercatat 339 terdakwa kasus korupsi yang ditangani KPK. Dari jumlah itu didominasi oleh oknum pejabat eselon mulai eselon I, II dan III sebanyak 103 orang.

Angka-angka di atas, menunjukkan betapa upaya pemberantasan korupsi di negeri ini sudah cukup optimal dilakukan. Bahkan, khusus KPK, jika angka-angka itu dibandingkan dengan minimnya sumber daya manusia di lembaga anti rasuah ini, sudah menujukkan prestasi  luar biasa.  Dalam kaitan ini kita sependapat dengan Bambang Widjojanto.

Persoalannya adalah, kemampuan memberantas korupsi dengan perilaku korupsi itu sendiri tidak sebanding. Upaya pemberantasan korupsi seperti berlomba dengan  perilaku korupsi yang semakin meraja lela itu. Bukan tidak mungkin, di era kekuasaan negara yang berada di tangan ''oligarkhi politik'' dewasa ini,  terjadi keadaan di mana empat korutor ditangkap, muncul 10 kasus baru. Itu artinya, sekuat apa pun KPK  memberantas korupsi, tak akan mampu memberantas sejauh peluang untuk melakukan  korupsi itu sendiri tidak dicegah.

Adagium lama mengatakan, kejahatan terjadi karena faktor niat dan kesempatan. Tanpa ada niat, kesempatan atau peluang untuk melakukan kejahatan (korupsi) tak akan dimanfaatkan. Sebaliknya, kesempatan atau peluang yang selalu ada, justru bisa menggoda orang yang tadinya tak ada niat untuk korupsi akhirnya melakukan juga.

Kesempatan untuk melakukan kejahatan itu sendiri muncul di tempat-tempat gelap, suasana tidak transparan atau penuh ketertutupan. Dalam hal ini, keterbukaan informasi adalah salah satu cara paling ampuh untuk mengurangi kesempatan, bahkan mungkin menghilangkan kesempatan atau peluang berbuat kejahatan. Tanpa transparansi, rasanya sulit untuk mencegah orang melakukan kejahatan korupsi.

Tanpa berupaya mencegah munculnya peluang korupsi, indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2014 akan semakin parah. Bukankah tahun depan adalah tahun politik? (***)


Baca Juga


I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 771 of my spam emails to date.

Do you have a slow PC? Try a free scan!

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment