Jakarta (ANTARA News) - Pemilih menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dalam Pemilu, sehingga kuantitas dan kualitas daftar pemilih menjadi hal yang utama dalam pembuatan daftar pemilih tetap (DPT) oleh Komisi Pemilihan Umum.

Untuk memperoleh daftar pemilih tunggal dan benar-benar nyata, digunakanlah data daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang telah disusun oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) oleh Kementerian Dalam Negeri.

Selama kurang lebih tiga bulan, KPU menugaskan panitia pendaftaran pemilih (pantarlih) untuk melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap 190 juta penduduk potensial seperti di DP4.

Selama pemutakhiran, KPU juga wajib memperhatikan data pemilih pada pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah kabupaten-kota dan provinsi.

"Itu menjadi tugas KPU untuk memutakhirkan 190 juta DP4 yang sudah kami berikan sesuai amanat Undang-undang, apakah penduduk berusia pemilih itu masih ada, sudah meninggal dunia, atau berganti status menjadi anggota TNI dan Polri. Itu yang harus dibereskan," kata Mendagri Gamawan Fauzi.

Hasil pemutakhiran tersebut diperoleh jumlah daftar pemilih sementara (DPS) sebesar 189 juta pemilih yang kemudian, karena terbentur persoalan jadwal dan tahapan penetapan, diperbaiki menjadi 181 juta pemilih dalam DPS hasil perbaikan (DPSHP).

Awalnya, dari data DPS tersebut diharapkan dapat disisir kegandaan data pemilih dengan menggunakan Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) yang diadopsi oleh KPU.

Namun kemajuan teknologi informasi dan upaya inovasi yang dilakukan oleh KPU Pusat tidak diimbangi kemampuan sumber daya manusia (SDM) di daerah.

Masih ada petugas KPU di daerah yang belum dapat mengoperasikan Sidalih sehingga data pemilih yang sudah dimutakhirkan masih dalam wujud data mentah, sehingga sulit untuk disaring kegandaan data pemilih secara keseluruhan.

Kesulitan pengunggahan data dari kabupaten itu paling banyak terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat, dan bahkan hingga penetapan DPT data pemilih di sejumlah wilayah itu belum diunggah.

"Mekanisme untuk Papua memang harus ada treatment (perlakuan) khusus dalam hal pemutakhiran pemilih, karena kendala petugas KPU di kabupaten-kota di sana cukup parah," kata Komisioner KPU Pusat Ferry Kurnia Rizkiyansyah.



KPU Versus Kemendagri

Ketidaktaatan tahapan dan jadwal penetapan DPS menjadi DPSHP sebelumnya berimbas pada pemunduran jadwal penetapan DPT yang seharusnya pada 23 Oktober menjadi 4 November.

KPU mencatat terdapat 186.612.255 pemilih di DPT dengan rincian 93.439.610 laki-laki dan 93.172.645 perempuan, yang berada di 33 provinsi, 497 kabupaten-kota, 6.980 kecamatan, 81.034 desa-kelurahan, dan 545.778 tempat pemungutan suara (TPS).

Meskipun sudah diberi perpanjangan waktu penetapan DPT, ternyata masih ditemukan permasalahan terhadap 10,4 juta pemilih yang oleh KPU diketahui tidak terdaftar di DP4 karena tidak ditemukan NIK valid.

Kemendagri bersikukuh seluruh penduduk potensial pemilih di DP4 telah memiliki NIK karena nomor kependudukan tersebut diberikan kepada setiap penduduk Indonesia yang lahir.

"Kemendagri sudah memberikan NIK kepada 252 juta penduduk, lebih dari jumlah DP4 karena NIK itu diberikan kepada setiap penduduk yang lahir hingga meninggal," kata Gamawan Fauzi.

Oleh karena itu ketika ditemukan 10,4 juta pemilih invalid, Dirjen Dukcapil Irman mempertanyakan dasar data yang digunakan KPU dalam melakukan pemutakhiran. Irman meyakini data DP4 sudah memiliki NIK secara keseluruhan dan tidak mempercayai data daftar pemilih yang merupakan hasil pemutakhiran KPU di lapangan.

Baik KPU maupun Kemendagri meyakini bahwa data yang dimiliki masing-masing adalah valid dan sah.

Di satu sisi, KPU menilai masyarakat tanpa NIK tersebut berhak masuk dalam DPT karena sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah. Di sisi lain, Kemendagri berketetapan bahwa pemilih yang valid adalah yang memiliki sekurang-kurangnya lima elemen data kependudukan.

Sebelumnya, dari penyandingan data DP4 dan DPSHP ditemukan 20,3 juta di antaranya belum valid terkait data kependudukan, termasuk nama, tanggal lahir, alamat, jenis kelamin dan NIK. Setelah diperiksa secara terpisah antara KPU dan Kemendagri, ditemukan padanan datanya sebanyak 7 juta dan 2,8 juta telah terdaftar di DP4.

Hasilnya, masih ada 10,4 juta penduduk masih diduga belum ditemukan NIK-nya dalam DP4. Terhadap pemilih invalid tersebut, KPU dan Ditjen Dukcapil memiliki waktu 30 hari lagi untuk kembali melakukan verifikasi faktual data pemilih guna memastikan keberadaan pemilih.

Sehari menjelang tenggat waktu perbaikan DPT terhadap pemilih invalid tersebut, KPU dan Kemendagri masih mengantongi sebanyak 3,3 juta pemilih yang belum ditemukan NIK-nya dalam data kependudukan.

Kemendagri pun luluh, atau memang mengakui ada penduduk belum tercatat data kependudukan, dan menyatakan akan memberikan NIK terhadap pemilih tersebut.

Namun, seolah lepas dari tanggung jawab, Irman mengatakan pihaknya tidak akan bertanggungjawab terhadap kesahihan elemen data kependudukan selain NIK. Pihaknya hanya akan memberikan NIK jika KPU sudah meyakini betul bahwa penduduk berusia pemilih tersebut benar-benar ada di lapangan.

"Kalau sudah ada keyakinan dari KPU bahwa orang itu benar-benar ada dengan elemen data selain NIK, dan itu sudah diyakini KPU fakta-faktanya, maka kami akan terbitkan NIK-nya," kata Irman.

Pemberian NIK tersebut, tambah dia, tidak dapat dilakukan tanpa verifikasi ke lapangan bahwa penduduk tersebut benar-benar ada.

Mekanisme penerbitan NIK tersebut dilakukan oleh dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) yang ada di kabupaten-kota, dengan sebelumnya melakukan konsolidasi dengan Ditjen Dukcapil di Kemendagri.

Untuk memastikan bahwa 3,3 juta penduduk tersebut bisa diberikan NIK, Kemendagri meminta KPU di tingkat kabupaten-kota menyertakan berita acara untuk kemudian oleh Ditjen Dukcapil dikonsolidasikan ke Disdukcapil kabupaten-kota.

Dengan demikian, maka penerbitan NIK baru menjadi kewenangan Kemendagri namun mengenai elemen data kependudukan menjadi tanggung jawab KPU sesuai dengan berita acara yang dikeluarkan di daerah.


Tidak Sempurna

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah mempersiapkan surat rekomendasi jika pada saat pleno perbaikan DPT masih juga ditemukan pemilih yang belum tercatat keberadaannya di data kependudukan Kemendagri.

"Bawaslu akan memberikan rekomendasi dengan skenario kalau NIK (nomor induk kependudukan) ketemu akan otomatis menjadi DPT, sedangkan kalau NIK tidak ketemu dia menjadi daftar pemilih tambahan," kata Ketua Bawaslu Muhammad.

Pencatatan terhadap daftar pemilih tambahan itu bisa dilakukan sampai dua pekan menjelang hari pemungutan suara Pemilu Legislatif pada 9 April 2014. Jika sampai tenggat waktu tersebut tidak juga ditemukan kepastian dan keberadaan pemilih invalid, maka KPU harus mencoretnya supaya tidak menimbulkan potensi kegandaan.

"Kalau memang tidak bisa diyakinkan keberadaan orang itu dan ada informasi dari masyarakat bahwa orang itu tidak ada, atau memang tidak bisa dipertanggungjawabkan identitasnya, maka harus dicoret supaya tidak menjadi potensi pemilih ganda," tambah Muhammad.

Namun, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menegaskan bahwa pemilih yang sudah masuk dalam DPT namun belum ditemukan NIK hingga penetapan perbaikan DPT, maka tetap akan terdaftar dalam DPT.

"Prinsipnya kan mereka sudah masuk dalam pemilih yang ditetapkan menjadi DPT (186,6 juta), hanya memang perlu waktu untuk mendapatkan NIK mereka. Jadi itu memang sebaiknya dimasukkan ke dalam DPT," kata Hadar ketika ditemui terpisah di Gedung KPU.

Dengan demikian, kerja KPU dalam mencatat DPT Pemilu 2014 tidak memiliki tenggat waktu karena memang diakui sulit menemukan angka sempurna untuk jumlah pemilih tetap Pemilu.

Di luar DPT, KPU pun mempersiapkan skenario untuk mengakomodir pemilih yang belum tercatat, melalui daftar pemilih khusus (DPK) yang bisa mendaftar hingga tujuh hari sebelum pemungutan suara.

"Tapi selama tujuh hari itu masih memungkinkan ada pemilih yang tercecer atau belum terdaftar, maka DPK tambahan dipersiapkan untuk melayani mereka itu. Memang sulit untuk mendapatkan DPT yang sempurna, tetapi KPU terus berupaya untuk mengakomodir hak konstitusional warga dalam Pemilu 2014," ujar Hadar.