Indonesia Darurat Bencana
Kategori berita: Opini Artikel dimuat pada: 01 Feb 14, 00:12:00 WIB
Oleh: Anang Anas Azhar. Bencana di sejumlah wilayah Indonesia datang silih berganti. Mulai gunung meletus, tanah longsor, angin puting beliung sampai banjir, merupakan bencana yang tidak habis-habisnya, bahkan menjadi langganan masyarakat kita setiap tahun. Fenomena alam seperti ini, terkadang sulit dideteksi manusia meski menggunakan teknologi canggih.
Dampak fatal yang dirasakan masyarakat kita adalah, jatuhnya korban yang tidak sedikit. Sudah berapa nyawa ikut melayang hanya gara-gara bencana banjir yang menghanyutkan rumah penduduk. Bahkan sudah berapa banyak pula, korban tewas akibat bencana lainnya. Satu per satu bencana yang kita hadapi untuk kita atasi, tapi di sisi lain, bencana di wilayah lain datang silih berganti.
Bencana Gunung Sinabung di Sumatera Utara misalnya, mengharuskan puluhan ribu penduduk yang berada di areal itu harus mengungsi dan mendirikan tenda-tenda penampungan darurat. Sejak 12 September 2013 Gunung Sinabung sudah mengeluarkan abu vulkanik dan sudah ribuan kali gempa tektonik terjadi. Akibat bencana letusan Sinabung ini, nasib ribuan penduduk di daerah itu pun belum diketahui, kapan harus kembali ke kampung halamannya.
Bencana lain yang sedang mengintai sejumlah wilayah di Indonesia saat ini adalah tanah longsor dan banjir. Kita baru saja dikejutkan dengan bencana longsor dan banjir di Manado sekitarnya. Ratusan rumah mengalami rusak berat bahkan dalam hitungan jam, puluhan nyawa hilang akibat diterjang banjir bandang karena meluapnya sejumlah sungai di kawasan itu.
Bencana langganan banjir pun terjadi di Jakarta. Dalam dua pekan terakhir, Jakarta sebagai ibukota Indonesia sedang menghadapi banjir besar, akibat meluapnya sungai-sungai yang berdekatan dengan penduduk. Puluhan ribu penduduk mengungsi akibat terjangan banjir di Jakarta. Meski pemerintah terus berupaya melakukan normalisasi sungai-sungai yang berada di sekitar penduduk, namun belum mampu mengatasi banjir Jakarta. Apalagi banjir Jakarta ini lebih banyak banjir kiriman, karena hulu sungai yang mengalirkan airnya kebanyakan dari dataran tinggi dan mengalir ke pusat ibukota.
Darurat Bencana
Bencana yang melanda sejumlah wilayah sejak akhir tahun lalu, berpotensi masih akan terus terjadi. Wilayah-wilayah yang rentan banjir masih mengacam, bahkan dataran tinggi yang berada di pegunungan, masih mengancam terjadinya longsor dan banjir. Diprediksi bencana ini akan terus terjadi dan terus meluas. Kondisi ini membuat sebagian besar wilayah Indonesia dalam kondisi darurat bencana.
Banjir yang terjadi di Jakarta justru semakin meluas dan semakin parah. Hujan deras yang mengguyur hulu sungai dan wilayah Jabodetabek membuat saluran air dan 13 sungai di Jakarta meluap dan menggenangi 564 rukun tetangga di 30 kecamatan di DKI Jakarta. Ketinggian air sekitar 5 sentimeter hingga 3 meter. Kondisi ini membuat 30.784 warga harus mengungsi.
Banjir juga menggenangi sejumlah titik jalan di Ibukota, termasuk jalur utama ke Jakarta Utara, yakni ruas Jalan S Parman di Tomang dan Grogol, Jalan RE Martadinata dan Jalan Gunung Sahari di Pademangan Barat, serta Jalan Yos Sudarso di Sunter dan Kelapa Gading. Arus barang dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok pun tersendat, terutama di ruas Jalan Cakung-Cilincing dan Jalan Yos Sudarso.
Banjir di Jakarta sekitarnya, ternyata tidak hanya terjadi di pusat pemerintahan Indonesia itu. Tetapi, banjir terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Banjir di Pulau Jawa ini, hampir merata di seluruh provinsi di pulau tersebut. Ketinggian air di sejumlah titik jalan hingga 60 sentimeter.
Di luar Jawa pun, bencana banjir terjadi di sejumlah wilayah di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Banjir bandang ini, tidak hanya menimbulkan kerugian material karena jalan putus, bangunan termasuk rumah rusak, serta harta benda hilang, tetapi juga menelan korban jiwa. Di Kota Manado, Sulawesi Utara, banjir bandang dan longsor di sejumlah wilayah menyebabkan paling tidak 16 orang meninggal dan sekitar 10 orang masih tertimbun. Selain itu, sekitar 40.000 orang harus mengungsi. Pemerintah menetapkan banjir di Manado sebagai bencana nasional.
Sampai kini, kondisi Manado yang porak poranda akibat banjir bandang belum pulih. Meski hujan masih terus turun, ribuan warga Manado tetap berusaha membersihkan rumah dan lingkungan mereka, dibantu sekitar 500 personil TNI.Bencana alam di sejumlah wilayah di Indonesia yang terjadi sejak akhir tahun lalu itu menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit. Khususnya di Sulawesi Utara, prediksi kerugian material akibat banjir bandang dan longsor di lima kabupaten/kota mencapai Rp 1,871 triliun. Di daerah lain, kerugian material belum terdata, tetapi yang jelas ribuan rumah dan gedung rusak, ribuan hektar lahan pertanian juga tergenang dan terancam gagal panen.
Kerugian material akibat bencana juga dialami warga korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Paling tidak 1.204 rumah hancur akibat erupsi Sinabung, kerugian diperkirakan Rp 20 miliar. Jumlah kerugian tersebut belum termasuk kerugian akibat kerusakan lahan pertanian akibat tersiram abu vulkanik. Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia saat ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Ada proses yang mendahuluinya, tetapi tidak sepenuhnya disadari berisiko buruk bagi manusia. Banjir, termasuk banjir bandang, dan juga tanah longsor yang setiap tahun terus bertambah bagaimanapun merupakan akibat perilaku manusia.
Apa Solusinya
Salah satu penyebab terjadinya bencana di Indonesia, tentunya karena ulah tangan manusia. Satu sisi manusia yang hidup di sekitar bencana membutuhkan kehidupan dari hutan sekitarnya. Di sisi lain, kerusakan hutan yang makin parah memberikan dampak negatif kepada alam sekitarnya.
Selain itu sumber utama banjir, dan tanah longsor adalah penggundulan hutan yang semakin masif. Alih fungsi hutan untuk pertanian, perkebunan, dan permukiman membuat air hujan yang turun tak dapat diserap tanah dan langsung mengalir menuju tempat yang lebih rendah.
Sampah yang dibuang ke sungai membuat kedalaman sungai makin dangkal. Akibatnya, saat debit air sungai meningkat, terlebih lagi dalam kondisi cuaca ekstrem seperti sekarang, air meluap hingga menggenangi banyak daerah di sepanjang aliran sungai.
Banjir dan longsor yang terjadi di sejumlah wilayah di Tanah Air merupakan bencana ekologis, yaitu akibat menurunnya daya dukung lingkungan. Hal ini terjadi karena pola pembangunan saat ini yang lebih mengabdi pada pertumbuhan ekonomi. Orientasi kebijakan pemerintah terutama di daerah bagaimana meningkatkan pendapatan asli daerah. Banyak kebijakan yang dicederai kepentingan pasar, dan tata ruang terabaikan.
Lantas apa solusi dari bencana yang terjadi di Indonesia. Setidaknya, pemerintah harus mendengungkan gerakan nasional menanggulangi banjir. Tata ruang yang sudah disalahi, mari kita perbaiki agar bencana tidak berulang. Pemerintah jangan lagi disibukkan untuk mengatasi kerusakan yang sudah terjadi akibat bencana. Tetapi, lebih jauh dari itu, pemerintah sudah saatnya memberikan sanksi kepada masyarakat yang menyalahi lingkungan. Tujuannya agar efek jera dan mengaku bersalah akan muncul dari masyarakat kita sendiri. ***
3Penulis adalah Dosen Universitas Muhamamdiyah Sumatera Utara (UMSU) dan pemerhati sosial.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment