Wednesday, February 12, 2014

[batavia-news] Melembagakan Demokrasi + Seluruh Anggota DPR Papua Barat Terpidana

 

res : Untuk melihat video footage "Melembagakan Demokrasi", click situs :
 
 

Melembagakan Demokrasi

Rabu, 12 Febuari 2014
 
 

ENTAH apa lagi yang mesti kita katakan ketika menyaksikan praktik korupsi di negeri ini. Kita nyaris kehabisan kata-kata.

Semakin keras kata-kata perang melawan korupsi diucapkan, semakin banyak korupsi dipraktikkan. Semakin kencang aba-aba perang dikumandangkan, semakin nekat pula para koruptor menggerus uang

rakyat demi ketamakan pribadi.

Contoh paling baru ialah terjeratnya seluruh anggota DPR Papua Barat,  termasuk ketua dan dua wakil ketua, dalam pusaran korupsi massal.  Sebanyak 44 anggota legislatif provinsi muda itu divonis bersalah

oleh Pengadilan Tipikor Jayapura, Senin (10/2),  karena menerima dana Rp22 miliar dari pihak ketiga untuk kebutuhan pribadi mereka.

Kasus itu membuktikan sekali lagi betapa keserakahan pejabat publik dan wakil rakyat saat ini sudah sedemikian akut dan menakutkan. Korupsi  seolah menjadi hal biasa dan wajar-wajar saja dilakukan

bersama-sama.

Rakyat lapar? Itu cukup masuk daftar tunggu prioritas program kerja mereka. Prioritas pertama tentu saja memenuhi kerakusan pribadi dan keluarga. Dengan kejadian itu pula kita jadi bisa mengerti mengapa

taraf hidup  masyarakat di sebagian daerah di Tanah Air, termasuk Papua Barat,  seperti enggan beranjak maju.

Di sana-sini banyak disorot adanya  kelaparan, kemiskinan, kelangkaan lapangan kerja, dan tak jarang konflik antarwarga karena problem ekonomi. Namun, pada saat yang sama orang-orang yang diberi amanat

menjadi wakil rakyat malah sibuk memperkaya diri.

Sejak reformasi berjalan, korupsi memang tak hanya menjadi langganan  pemegang kekuasaan di pusat. Sangat ironis dan menyedihkan melihat fakta bahwa daerah telah menjadi lumbung korupsi baru.

Desentralisasi rupanya bukan hanya distribusi kekuasaan, melainkan juga distribusi korupsi dari satu pusat kekuasaan ke banyak pusat  kekuasaan di daerah.

Kita pun bertanya, bila Komisi Pemberantasan Korupsi dan aparat penegak hukum lainnya begitu hebat berupaya memberantas korupsi, mengapa korupsi seperti tumbuh semakin subur?

Jawabnya ialah kegagalan kita melembagakan atau menginstitusionalisasi demokrasi yang baik. Banyak kasus korupsi yang menimpa anggota legislatif atau pejabat publik yang berasal dari partai politik bila

ditelusuri pasti berujung pada pembiayaan politik.

Demokrasi kita berbiaya mahal. Siapa pun, asalkan punya duit, bisa mencalonkan diri sebagai wakil rakyat atau pejabat publik. Maka, ketika berkuasa, mereka menuntut imbalan atau fasilitas setara. Bila perlu,

melebihi anggaran yang telah mereka investasikan.

Demokrasi yang baik dan mapan tidak harus berbiaya mahal. Ia bahkan akan memberi insentif, fasilitas, dan peluang besar bagi calon anggota dewan atau pejabat publik yang punya kapabilitas dan integritas

meski mereka tak punya duit.

Institusionalisasi demokrasi sendiri merupakan bagian dari pencegahan korupsi. Itu artinya pencegahan harus menjadi kepedulian seluruh pilar demokrasi.

Kita, lewat KPK, bisa dikatakan begitu hebat memberantas korupsi. Namun, kita kedodoran mencegahnya. Akibatnya, korupsi di negeri ini ibarat gulma yang terus diberantas, tapi tetap tumbuh, bahkan semakin subur.

Bila kita terus gagal melembagakan demokrasi dan pencegahan korupsi, justru korupsi itu sendiri yang akan melembaga

 

++++

 
 
 

Seluruh Anggota DPR Papua Barat Terpidana

Selasa, 11 Febuari 2014 Penulis: Marcelinus Kelen/BH/HR/X-3
WAJAH tegang Chairul Fuad perlahan-lahan mengendur. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura, Papua, ini akhirnya tersenyum lebar di penghujung sidang maraton kasus korupsi sebesar Rp22 miliar yang menyeret 44 anggota DPR Papua Barat, kemarin. Sebelumnya jumlah terdakwa mencapai 46 orang, tetapi dua orang telah meninggal dunia.

Rombongan terdakwa yang kemarin menjalani persidangan, yakni Ketua DPR Papua Barat Yosep Yohan Auri, Wakil Ketua I DPR Robert Nauw, Wakil Ketua II Jimmy Idjie, dan 41 anggota DPR Papua Barat. Mereka divonis penjara satu tahun dan enam bulan, berikut denda dengan besaran bervariasi.

Jaksa mendakwa ke-44 anggota DPR Papua Barat tersebut menerima dana Rp22 miliar dari BUMD, PT Papua Doberai Mandiri (Padoma) pada September 2010. Dana sebesar itu untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka seperti mengontrak rumah, membeli kendaraan, dan biaya mengunjungi konstituen. Permintaan itu menjelang Idul Fitri, Natal, dan tahun baru.

Manajemen PT Padoma meluluskan permintaan itu ka rena sebelumnya sudah ada pembicaraan antara Ketua DPR Papua Barat Yosep Yohan Auri, Wakil Ketua I Robert Nauw, Sekda Papua Barat Marthen Luther Rumadas, dan Direktur PT Padoma Achmad Suhadi. Pencairan pinjaman dilakukan dalam dua tahap. Pertama sebesar Rp15 miliar dan tahap kedua Rp7 miliar.

''Untuk terdakwa (Auri) ma jelis menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun tiga bulan di potong masa tahanan dan denda Rp50 juta atau dua bulan kurungan ser ta membayar biaya perkara Rp5.000,'' kata Chairul Fuad dalam persidangan dengan terdakwa Auri dan Direktur PT Padoma Achmad Suhadi.

Menurut Chairul Fuad, terdakwa terbukti memperkaya diri tanpa mengingat masyarakat. Padahal dana yang me reka terima itu sejatinya di gunakan PT Padoma untuk berinvestasi demi kesejahteraan rakyat Papua Barat.

Sebagai ketua dewan, Auri menerima kucuran dana paling gede, yakni Rp1,7 miliar. Adapun setiap wakil ketua DPRD sebesar Rp600 juta, 10 anggota DPRD mendapat Rp500 juta, dan 31 lainnya terima Rp450 juta per orang.

Saat mendengar vonis hakim, Auri terhenyak lalu menjatuhkan punggungnya di sandaran kursi terdakwa. Ketua DPR Papua Barat itu tampak tidak percaya. ''Saya belum mau berkomentar,'' ujar Auri tersenyum kecut.

Adapun Achmad Suhadi di jatuhi hukuman setahun penjara berikut denda.

Berkekuatan tetap

Dalam menyikapi vonis bersalah terhadap seluruh anggota DPR Papua Barat karena kasus korupsi, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi belum mengetahui apakah mereka ditahan atau tidak.

Menurut dia, kalau tidak ditahan tentu masih bisa bekerja sampai keputusan berkekuatan hukum tetap. Namun jika telah ditahan akan ada proses pergantian antarwaktu anggota yang bersangkutan.

''Dulu di Sumatra Barat pernah terjadi tetapi bebas semua. Kalau masalah hukum saya tidak bisa komentar, kita hormati saja proses hukum,'' kata Gamawan.

Kasus korupsi dengan terdakwa serombongan anggota DPRD juga pernah terjadi pada Mei 2004. Ketika itu PN Padang memvonis 43 anggota DPRD Sumatra Barat antara dua tahun hingga 27 bulan penjara dalam kasus korupsi dana APBD 2002 senilai Rp5,9 milia

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment