SBY "Ngomel" di Twitter
M Bachtiar Nur | Selasa, 19 November 2013 - 14:33 WIB: 125
(Dok/Antara)
Tujuh tweet SBY pagi ini memprotes penyadapan Australia atas Indonesia dalam bahasa Inggris.
JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memprotes keras tindakan pemerintah Australia yang dikabarkan menyadap dirinya, termasuk sejumlah pejabat tinggi Indonesia lainnya. Bahkan, ia juga menyayangkan pernyataan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia. Hal ini diutarakan Presiden Yudhoyono melalui akun Twitter pribadinya sejak Senin (18/11) malam.
Selasa (19/11) pagi ini, sekitar pukul 9.00 WIB, tujuh tweet yang ditulis oleh Presiden Yudhoyono—terbukti dari dibubuhkannya tanda bintang diikuti kata "SBY" dan ditutup dengan tanda bintang di setiap akhir tweet-nya—kemudian dimuat kembali dalam bahasa Inggris. Agaknya pesan dalam bahasa Inggris ini sengaja ditulis agar bisa dibaca pemerintah Australia atau media asing lainnya.
"Sejak ada informasi penyadapan AS & Australia terhadap banyak negara, termasuk Indonesia, kita sudah protes keras," tulis Yudhoyono dalam tweet pertamanya tadi malam. Tweet ini dimuat setelah ia menginstruksikan Menlu Marty Natalegawa dan Kepala BIN untuk menelaah dan meminta klarifikasi ke Australia soal berita penyadapan ini.
"Menlu & jajaran pemerintah juga lakukan langkah diplomasi yang efektif, sambil meminta penjelasan & klarifikasi dari AS & Australia," tulis tweet kedua Yudhoyono. "Hari ini (Senin, 18/11), saya instruksikan Menlu Marty Natalegawa utk memanggil ke Jakarta Dubes RI utk Australia. Ini langkah diplomasi yg tegas," imbuhnya.
"Indonesia juga minta Australia berikan jawaban yg resmi & bisa dipahami masyarakat luas atas penyadapan terhadap Indonesia," bunyi tweet berikutnya. "Kita juga akan meninjau kembali sejumlah agenda kerjasama bilateral, akibat perlakuan Australia yang menyakitkan itu," sambung Yudhoyono.
"Tindakan AS & Australia sangat mencederai kemitraan strategis dgn Indonesia, sesama negara demokrasi," tulis Yudhoyono lagi. "Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah," demikian tweet terakhir Yudhoyono.
Seperti diberitakan, Badan Intelijen Australia menyadap percakapan telepon Presiden Yudhoyono beserta istrinya, Ibu Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri di kabinet. Dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai CIA dan karyawan kontrak NSA yang kini menjadi buron AS, Edward Snowden, menunjukkan Presiden Yudhoyono dan sejumlah orang lingkaran dalamnya telah menjadi target penyadapan Australia.
Dokumen yang diperoleh stasiun televisi Australian Broadcasting Corporation (ABC), dan surat kabar The Sydney Morning Herald serta The Guardian, memperlihatkan Badan Intelijen Australia melacak aktivitas telepon Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd masih menjabat sebagai PM Australia.
Pemanggilan Pulang
Langkah pemerintah memanggil pulang Duta Besar (Dubes) Indonesia di Canberra, sebagai protes penyadapan yang dilakukan Australia, bukanlah langkah yang sudah cukup tegas. Indonesia juga harus mengusir para pejabat diplomatik Australia di Jakarta.
"Tindakan pemerintah memanggil Dubes Indonesia untuk Australia sebagai reaksi penyadapan meski baik, namun belum tegas. Belum tegas karena tindakan baru dilakukan saat ini padahal merebaknya masalah penyadapan sudah beberapa pekan," kata pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melalui surat elektronik kepada SH, Selasa (19/11) pagi tadi.
"Dianggap tidak tegas karena publik telah meminta agar dilakukan pengusiran sejumlah diplomat Australia dan AS," ia menambahkan.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Djoko Suyanto, memastikan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akan memanggil Dubes RI di Canberra ke Jakarta untuk "konsultasi" dan mengkaji kerja sama pertukaran informasi antarpemerintah RI dan Australia, termasuk penugasan pejabat Australia di Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di Jakarta.
Langkah lainnya adalah meminta Australia menyampaikan penjelasan resmi dan terbuka di depan publik, mengenai komitmen untuk tidak melakukan penyadapan. Kemenlu juga akan mengkaji ulang seluruh kerja sama pertukaran informasi dan kerja sama lainnya dengan Australia.
Menlu Marty Natalegawa belum bisa mengatakan sampai kapan Dubes Indonesia untuk Australia akan dipulangkan. Namun, menegaskan "bola" dari masalah ini kini ada di Australia. Indonesia meminta Australia memberi penjelasan resmi lebih dulu mengenai kasus penyadapan tersebut, sebelum memutuskan langkah yang akan diambil selanjutnya.
Menyusul langkah pemerintah ini, Hikmahanto mempertanyakan sikap pemerintah yang tiba-tiba bereaksi keras memulangkan Dubes ketika kasus penyadapan ini menyentuh Presiden Yudhoyono. Padahal, sebelumnya pemerintah, dalam hal ini Kemenlu, hanya bereaksi dengan memanggil Dubes Australia di Jakarta.
"Pemerintah seharusnya segera melakukan pengusiran terhadap diplomat Australia dan AS. Dengan tindakan tegas ini Edward Snowden diharapkan tidak akan mempermainkan dan mempermalukan Indonesia, dengan mengungkap sedikit demi sedikit dokumen yang dimilikinya ke media," Hikmahanto menambahkan.
Selasa (19/11) pagi ini, sekitar pukul 9.00 WIB, tujuh tweet yang ditulis oleh Presiden Yudhoyono—terbukti dari dibubuhkannya tanda bintang diikuti kata "SBY" dan ditutup dengan tanda bintang di setiap akhir tweet-nya—kemudian dimuat kembali dalam bahasa Inggris. Agaknya pesan dalam bahasa Inggris ini sengaja ditulis agar bisa dibaca pemerintah Australia atau media asing lainnya.
"Sejak ada informasi penyadapan AS & Australia terhadap banyak negara, termasuk Indonesia, kita sudah protes keras," tulis Yudhoyono dalam tweet pertamanya tadi malam. Tweet ini dimuat setelah ia menginstruksikan Menlu Marty Natalegawa dan Kepala BIN untuk menelaah dan meminta klarifikasi ke Australia soal berita penyadapan ini.
"Menlu & jajaran pemerintah juga lakukan langkah diplomasi yang efektif, sambil meminta penjelasan & klarifikasi dari AS & Australia," tulis tweet kedua Yudhoyono. "Hari ini (Senin, 18/11), saya instruksikan Menlu Marty Natalegawa utk memanggil ke Jakarta Dubes RI utk Australia. Ini langkah diplomasi yg tegas," imbuhnya.
"Indonesia juga minta Australia berikan jawaban yg resmi & bisa dipahami masyarakat luas atas penyadapan terhadap Indonesia," bunyi tweet berikutnya. "Kita juga akan meninjau kembali sejumlah agenda kerjasama bilateral, akibat perlakuan Australia yang menyakitkan itu," sambung Yudhoyono.
"Tindakan AS & Australia sangat mencederai kemitraan strategis dgn Indonesia, sesama negara demokrasi," tulis Yudhoyono lagi. "Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah," demikian tweet terakhir Yudhoyono.
Seperti diberitakan, Badan Intelijen Australia menyadap percakapan telepon Presiden Yudhoyono beserta istrinya, Ibu Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri di kabinet. Dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai CIA dan karyawan kontrak NSA yang kini menjadi buron AS, Edward Snowden, menunjukkan Presiden Yudhoyono dan sejumlah orang lingkaran dalamnya telah menjadi target penyadapan Australia.
Dokumen yang diperoleh stasiun televisi Australian Broadcasting Corporation (ABC), dan surat kabar The Sydney Morning Herald serta The Guardian, memperlihatkan Badan Intelijen Australia melacak aktivitas telepon Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd masih menjabat sebagai PM Australia.
Pemanggilan Pulang
Langkah pemerintah memanggil pulang Duta Besar (Dubes) Indonesia di Canberra, sebagai protes penyadapan yang dilakukan Australia, bukanlah langkah yang sudah cukup tegas. Indonesia juga harus mengusir para pejabat diplomatik Australia di Jakarta.
"Tindakan pemerintah memanggil Dubes Indonesia untuk Australia sebagai reaksi penyadapan meski baik, namun belum tegas. Belum tegas karena tindakan baru dilakukan saat ini padahal merebaknya masalah penyadapan sudah beberapa pekan," kata pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melalui surat elektronik kepada SH, Selasa (19/11) pagi tadi.
"Dianggap tidak tegas karena publik telah meminta agar dilakukan pengusiran sejumlah diplomat Australia dan AS," ia menambahkan.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Djoko Suyanto, memastikan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akan memanggil Dubes RI di Canberra ke Jakarta untuk "konsultasi" dan mengkaji kerja sama pertukaran informasi antarpemerintah RI dan Australia, termasuk penugasan pejabat Australia di Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di Jakarta.
Langkah lainnya adalah meminta Australia menyampaikan penjelasan resmi dan terbuka di depan publik, mengenai komitmen untuk tidak melakukan penyadapan. Kemenlu juga akan mengkaji ulang seluruh kerja sama pertukaran informasi dan kerja sama lainnya dengan Australia.
Menlu Marty Natalegawa belum bisa mengatakan sampai kapan Dubes Indonesia untuk Australia akan dipulangkan. Namun, menegaskan "bola" dari masalah ini kini ada di Australia. Indonesia meminta Australia memberi penjelasan resmi lebih dulu mengenai kasus penyadapan tersebut, sebelum memutuskan langkah yang akan diambil selanjutnya.
Menyusul langkah pemerintah ini, Hikmahanto mempertanyakan sikap pemerintah yang tiba-tiba bereaksi keras memulangkan Dubes ketika kasus penyadapan ini menyentuh Presiden Yudhoyono. Padahal, sebelumnya pemerintah, dalam hal ini Kemenlu, hanya bereaksi dengan memanggil Dubes Australia di Jakarta.
"Pemerintah seharusnya segera melakukan pengusiran terhadap diplomat Australia dan AS. Dengan tindakan tegas ini Edward Snowden diharapkan tidak akan mempermainkan dan mempermalukan Indonesia, dengan mengungkap sedikit demi sedikit dokumen yang dimilikinya ke media," Hikmahanto menambahkan.
Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, mengatakan Presiden Yudhoyono seharusnya bicara langsung dengan PM Australia terkait penyadapan yang dilakukan badan mata-mata Negeri Kanguru itu. Termasuk meninjau ulang semua bentuk kerja sama dengan Australia, hingga ada penjelasan resmi akan kebenaran berita tentang adanya penyadapan tersebut.
"Dengan terbuktinya penyadapan Australia terhadap pejabat Indonesia, jelas Australia bukan tetangga yang baik dan bahkan berbahaya," Mahfudz menjelaskan di Jakarta, Senin.
Mahfudz menilai Indonesia telah keliru memposisikan Australia sebagai mitra strategis. Ternyata Australia memperlakukan pejabat Indonesia seperti ancaman atau musuh yang harus dan perlu disadap. "Seharusnya, sebagai tetangga dekat jika ada keperluan Australia tinggal ketuk pintu dan kerja sama secara resmi dan terbuka. Bagaimana kalau ada tetangga dekat justru mengintai dan mengintip tetangganya diam-diam?" ujarnya.(CR-39/Ninuk Cucu Suwanti)
"Dengan terbuktinya penyadapan Australia terhadap pejabat Indonesia, jelas Australia bukan tetangga yang baik dan bahkan berbahaya," Mahfudz menjelaskan di Jakarta, Senin.
Mahfudz menilai Indonesia telah keliru memposisikan Australia sebagai mitra strategis. Ternyata Australia memperlakukan pejabat Indonesia seperti ancaman atau musuh yang harus dan perlu disadap. "Seharusnya, sebagai tetangga dekat jika ada keperluan Australia tinggal ketuk pintu dan kerja sama secara resmi dan terbuka. Bagaimana kalau ada tetangga dekat justru mengintai dan mengintip tetangganya diam-diam?" ujarnya.(CR-39/Ninuk Cucu Suwanti)
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment