Oleh : Djoko Suud Sukahar (Pemerhati sosial budaya. Penulis tinggal di Jakarta.)
LPG (Liquid Petroleum Gas, red) naik tinggi. Presiden tidak tahu itu. Juga menteri. Bagi rakyat, alasan ini tidak rasional. Yang masuk akal adalah, SBY sebagai Ketum Partai Demokrat sedang melakukan manuver. Kalaulah akhirnya LPG diturunkan, maka itu diasumsikan bertalian dengan partainya.
Membuka tahun 2014 rakyat berteriak serempak. Pertamina tanpa ba-bi-bu menaikkan harga LPG isi 12 kilogram. Dari harga semula Rp 70 ribu melambung tinggi menjadi Rp 117 ribu. Alasan Pertamina menaikkan harga itu agar tidak rugi.
LPG ukuran 12 kilogram memang dikonsumsi kelas menengah. Tapi dengan kenaikan itu, maka LPG di bawahnya diperebutkan. LPG ukuran 3 kilogram pun langka didapat. Geger merambah lapis menengah dan bawah. Dan suasana rakyat secara umum seperti rumah semut yang diusik.
Geger seperti ini, anehnya menteri dan presiden tidak tahu. Itu terbaca dari pernyataan mereka setelah kenaikan LPG. Malah presiden akhirnya 'memberi' tenggat waktu sehari untuk 'merevisi' kenaikan itu. Kini berlaku harga Rp 82.200 untuk LPG berat 12 kilogram.
Harga LPG yang akrobatik itu merangsang rakyat untuk menebak-nebak. Ada apa gerangan? Adakah ini murni kesalahan Pertamina yang tidak berkordinasi? Menteri BUMN yang ingin cepat Pertamina selevel atau melebihi kinerja Petronas Malaysia? Mengatrol elektabilitas Partai Demokrat yang tak kunjung naik? Atau 'perseteruan' terselubung untuk menghantam atau mengunggulkan capres tertentu di konvensi partai ini?
Jika itu karena tidak adanya koordinasi, kendati ini naif, maka itu tanda bahwa pembantu SBY kini mulai tidak patuh lagi. Ini juga sudah terbaca dalam beberapa kesempatan. Saat di IPOC, Bandung, bulan November 2013 misalnya. SBY hanya ditemani Menteri Pertanian Suswono. Gita Wirjawan tidak hadir, wakilnya pun berani terlambat. Sedang menteri lain tidak terlihat batang hidungnya. Itu juga sama kasusnya, jika kenaikan LPG itu karena Dahlan Iskan.
Soal 'kesalahan' Dahlan ini juga bisa dikait-kaitkan dengan konvensi capres Partai Demokrat. Tidak dipungkiri, popularitas dan 'jaringan' yang menguatkan posisinya untuk memenangi capres yang dijaring Partai Demokrat, kans Dahlan tinggi. Dia mampu mengalahkan Gita Wirjawan atau Pramono Edhi yang digadang-gadang. Ataukah karena itu Dahlan 'terjebak' untuk dipersalahkan dalam kenaikan LPG ini?
Semua asumsi itu adalah mungkin. Kemungkinan yang lain adalah mencari simpati rakyat untuk SBY, dan tentu, Partai Demokrat. Sebab partai ini tak kunjung mekar. Dari hari ke hari mendekati pemilu, Partai Demokrat belum mampu menarik minat rakyat untuk melirik atau mendukungnya. Sejauh dari dialog di banyak tempat dan lembaga survei, Partai Demokrat seperti kehilangan pamor. Kehabisan 'nyoni.
Kebesaran partai ini terkikis waktu. Meredup pelan-pelan seperti kekuasaan SBY yang tak lama lagi digantikan yang lain. Dan itu pula mengapa, tidak hanya respon bagus yang dilakukan SBY soal kenaikan LPG yang berbuah sebaliknya terhadap citra SBY dan Partai Demokrat. Langkah SBY mencabut perpres fasilitas berobat bagi PNS pun justru melahirkan cibiran. Bukan pujian, tetapi caci-maki dan ejekan yang bernada kura-kura dalam perahu, dan dicurigai ada udang di balik batu.
Apa yang dilakukan SBY akhir-akhir ini memang bagus. Tapi itu menjadi tidak bagus karena sudah di akhir jabatan. Segalanya dicurigai sebagai mencari simpati mendekati lengser, dan mencari simpati demi partai yang dipimpinnya tatkala tercecer. Mengapa tidak dulu ketika masih lama menjabat?
Konvensi capres yang digelar molor lama itu pun tidak banyak berpengaruh pada performa Partai Demokrat. Rakyat dingin menyikapinya. Itu karena keinginan yang ditunggu-tunggu tidak kunjung dilakukan SBY. Keinginan itu adalah ketegasan, kemandirian, dan pantang kompromi. Memudarnya Partai Demokrat bukan semata korupsi yang melilit kadernya.
Jika seperti itu tanggapan rakyat terhadap kinerja SBY, maka asas cakra manggilingan (roda berputar) akan berlaku pada partai ini. Partai kecil yang meraksasa sejalan dengan aura SBY yang meroket itu akan kembali mengecil ketika apresiasi rakyat terhadap sang tokoh turun. Masih bisakah partai ini terdongkrak?
Rasanya, kalau kita percaya dengan tanda-tanda, maka akrobatik harga LPG ini adalah bagian dari tanda itu. Benarkah? Kita tunggu sama-sama. (*)
I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 2592 of my spam emails to date.
Do you have a slow PC? Try a free scan!
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment