Monday, January 6, 2014

[batavia-news] Mengitung Efek Domino Kenaikan Elpiji 12 Kg + Kenaikan Elpiji di Sumsel Menyumbang Angka Kemiskinan

 

http://www.sinarharapan.co/news/read/30540/mengitung-efek-domino-kenaikan-elpiji-12-kg

 

Mengitung Efek Domino Kenaikan Elpiji 12 Kg

 

Keberadaan elpiji 12 kg selama ini memang ibarat buah simalakama bagi PT Pertamina (Persero).

Seiring riuh bunyi trompet dan dentuman kembang api yang menerangi langit serta keceriaan masyarakat menyambut tahun baru 2014, PT Pertamina (Persero) datang membawa kado pahit bagi konsumen elpiji 12 kilogram (kg) di Tanah Air.

Keceriaan pada malam tahun baru itu pun langsung sirna. Ini terjadi ketika esok harinya masyarakat harus menerima kenyataan pahit, harga elpji 12 kg diputuskan naik Rp 3.959 per kg.

Jika dihitung rata-rata, kenaikan harga jual elpiji 12 kg nonsubsidi dari Rp 5.850 per kg naik menjadi Rp 9.809 per kg. Jadi, harga pokok gas elpiji tersebut dari Pertamina naik dari Rp 70.200 per tabung menjadi Rp 117.708 per tabung.

Seperti sifat gas yang gampang meledak, keputusan sepihak PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji 12kg itu pun langsung menyulut reaksi di tengah-tengah masyarakat.

Pasalnya, harga jual elpiji 12kg di tingkat konsumen pun langsung melambung hingga di kisaran Rp 150.000-300.000 per tabung.

Meski bukan komoditas yang disubsidi pemerintah, keberadaan elpiji 12 kg selama ini memang ibarat buah simalakama bagi PT Pertamina (Persero).

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang selama ini diandalkan sebagai mesin uang pemerintah, Pertamina "dipaksa" menjual elpiji 12 kg dengan harga di bawah harga produksi mereka.

Di sisi lain, mereka harus menyalurkan elpiji 3 kg untuk masyarakat miskin yang disubsidi pemerintah.

Celakanya, hingga saat ini, pemerintah tidak membuat mekanisme penyaluran elpiji 3 kg bersubsidi yang tepat sasaran. Tak heran, ketika harga elpiji 12 kg diputuskan naik, konsumen menengah ke atas yang semula menggunakan elpiji 12 kg, kini mulai beralih ke elpiji 3 kg yang sebenarnya diperuntukkan untuk konsumen tidak mampu.

Cerita yang nyaris sama dengan mekanisme penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium bersubsidi yang hingga kini masih banyak dikonsumsi konsumen yang tidak tepat sasaran.

Jual Rugi Selama Enam Tahun

PT Pertamina (Persero) beralasan, terpaksa memutuskan menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg menyusul tingginya harga pokok LPG di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar.

Dengan konsumsi elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg tahun 2013 yang mencapai 977.000 ton, di sisi lain harga pokok perolehan elpiji rata-rata meningkat menjadi US$ 873, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar, kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual elpiji nonsubsidi 12 kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan.

Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini mencapai Rp 10.785 per kg. Dengan kondisi ini, Pertamina selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam enam tahun terakhir.

"Kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji kepada masyarakat," tutur Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir.

"Untuk itu, terhitung 1 Januari 2014 pukul 00.00, Pertamina memberlakukan harga baru elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg secara serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen Rp 3.959 per kg. Besaran kenaikan di tingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan ini pun, Pertamina masih jual rugi kepada konsumen elpiji nonsubsidi 12 kg sebesar Rp 2.100 per kg," ia menjelaskan.

Keputusan tersebut, kata Ali, merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan hasil pemeriksaan pada Februari 2013. Pda lapaoran itu, Pertamina menanggung kerugian atas bisnis elpiji nonsubsidi selama 2011 hingga Oktober 2012 sebesar Rp 7,73 triliun.

Hal itu dapat dianggap menyebabkan kerugian negara. Selain itu, sesuai Permen ESDM No 26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas Pasal 25, Pertamina telah melaporkan kebijakan perubahan harga ini kepada menteri ESDM.

Dengan pola konsumsi elpiji nonsubsidi 12 kg di masyarakat yang umumnya digunakan untuk satu hingga satu setengah bulan, kenaikan harga akan memberikan dampak tambahan pengeluaran sampai Rp 47.000 per bulan atau Rp 1.566 per hari.

Kondisi ini diyakini tidak akan banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat. Ini mengingat konsumen elpiji 12 kg adalah kalangan mampu. Untuk masyarakat konsumen ekonomi lemah dan usaha mikro, pemerintah telah menyediakan elpiji 3 kg bersubsidi yang harganya lebih murah.

Migrasi ke Elpiji 3 Kg

Terkait kekhawatiran kenaikan harga elpiji 12 kg akan memicu migrasi konsumen ke elpiji 3 kg, Ali mengatakan, Pertamina saat ini telah mengembangkan sistem monitoring penyaluran elpiji 3 kg (SIMOL3K), yang diimplementasikan secara bertahap di seluruh Indonesia mulai Desember 2013.

"Dengan sistem ini, Pertamina akan dapat memonitor penyaluran elpiji 3 kg hingga level pangkalan berdasarkan alokasi daerahnya. Namun, dukungan pemerintah tetap diharapkan melalui penerapan sistem distribusi tertutup elpiji 3 kg serta penerbitan ketentuan yang membatasi jenis konsumen yang berhak menggunakan elpiji 3 kg," Ali menegaskan.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, menilai migrasi pengguna elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg sulit dihindari. Pasalnya, selama ini pemerintah tidak pernah mengatur distribusinya, baik di tingkat agen maupun ke masyarakat sebagai pengguna.

"Padahal, dalam Peraturan Menteri ESDM No 26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG, dengan jelas diatur distribusi elpiji 3 kg. Dalam permen itu dikatakan, distribusi elpiji 3 kg dilakukan secara tertutup. Jadi, hanya warga yang telah didata saja yang dapat membeli elpiji 3 kg. Begitu pun dengan agen-agennya juga sudah didata sebelumnya. Namun, semua itu tidak berjalan sebagaimana mestinya," kata Sofyano, Minggu (5/1).

Dia menambahkan, awalnya distribusi elpiji 3 kg tersebut dilakukan kepada masyarakat pengguna minyak tanah, sebagai bagian konversi. Saat pertama kali didistribusi, semua masyarakat yang menerima telah didata pemerintah. Begitu juga agen-agen penyalurnya, telah didata dan ditunjuk pemerintah.

Untuk para penyalur elpiji 3 kg, ia mengatakan, sesuai aturan yang ada harus memiliki izin untuk mendistribusikannya dari Dirjen Migas. Tapi faktanya, Sofyano mengatakan, sampai saat ini belum ada agen yang memiliki surat penyaluran seperti yang diisyaratkan tersebut.

Akibat kelalaian pemerintah, saat ini sistem distribusi terhadap tabung elpiji 3 kg tidak jelas, dan lebih ke sistem distribusi terbuka. Ini disebabkan siapa pun dan di mana pun bisa memperoleh tabung elpiji 3 kg.

Pemerintah, menurutnya, harus memperhatikan masalah kacaunya sistem pendistribusian elpiji 3 kg. Ini karena bila tidak, kembali subsidi pemerintah tidak akan tepat sasaran. Itu karena pengguna elpiji 3 kg nanti bukan hanya warga miskin.

Ditinjau Ulang

Meski terkesan terlambat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Pertamina meninjau ulang kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kg.

"Peninjauan kembali atau kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kg saya harapkan tetap melalui prosedur dan mekanisme yang diatur undang-undang. Saya meminta Pertamina dan menteri terkait yang diamanahkan undang-undang untuk menyelesaikan peninjauan kembali itu dalam waktu satu hari, satu kali 24 jam," kata Presiden Yudhoyono dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu.

Pernyataan tersebut diungkapkan presiden setelah menggelar rapat kabinet terbatas selama kurang lebih dua jam di Bandara Halim Perdanakusuma. Rapat tersebut diadakan begitu Presiden Yudhoyono tiba di Halim seusai melakukan kunjungan kerja di Surabaya.

Presiden menegaskan agar malam ini para pejabat terkait melakukan pembahasan peninjauan tersebut, untuk kemudian esok pagi (Senin-red) dikonsultasikan dengan BPK dan siangnya disampaikan kepada masyarakat.

"Malam ini mereka sudah bekerja, esok hari berkonsultasi dengan BPK, siang harinya korporat atau Pertamina sudah selesai melakukan peninjauan. Kemudian bisa disampaikan kepada masyarakat, apa yang akan dilakukan Pertamina untuk mengatasi permasalahan elpiji 12 kg ini," kata presiden.

Ia mengungkapkan, konsultasi dengan BPK dibutuhkan untuk memecahkan solusi harga tersebut. Hal ini mengingat hasil pemeriksaan BPK merupakan salah satu alasan kenaikan harga elpiji 12 kg.

"Alasan dan tujuan kenaikan elpiji 12 kg oleh Pertamina utamanya didorong dan disebabkan hasil pemeriksaan BPK. Dalam auditnya ditemukan kerugian Pertamina sebesar Rp 7,7 triliun. Kerugian didapatkan utamanya harga yang dianggap terlalu rendah dari elpiji 12 kg," kata presiden.

Padahal, Presiden Yudhoyono melanjutkan, elpiji 12 kg tidak termasuk elpiji yang mendapatkan subsidi (harganya ditentukan pemerintah). Berbeda dengan elpiji 3 kg yang disubsidi.

Selain itu, Presiden Yudhoyono menambahkan, BPK dalam pemeriksaannya juga merekomendasikan dilaksanakannya kenaikan harga untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi kerugian Pertamina.

Untuk itu, menurut Presiden Yudhoyono, konsultasi dengan BPK diperlukan agar solusi dan tindakan yang dilakukan Pertamina berkaitan dengan masalah kenaikan harga elpiji 12kg itu. Ini nantinya tetap sesuai hasil audit dan rekomendasi BPK.

Presiden menambahkan, prinsip yang pemerintah pilih dalam kebijakan elpiji 12 kg ini adalah Pertamina dan negara tidak terus-menerus dirugikan. Apalagi, dalam jumlah yang besar sebagaimana ditemukan BPK.

"Namun, penyesuaian atau kenaikan harga haruslah dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan dan daya beli masyarakat, juga bisa ditempuh dengan tahapan yang tepat dan tidak memberikan beban yang tidak semestinya kepada masyarakat," kata Presiden Yudhoyono.

Pengamat energi dari Energy Watch, Mamit Setiawan, menyesalkan sikap Pertamina yang menaikkan harga elpiji 12 kg saat kondisi ekonomi yang kurang baik. Menurutnya, saat ini daya beli masyarakat masih rendah, ditambah turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kondisi tersebut, dia nilai sebagai resesi ekonomi kecil yang sedang dihadapi masyarakat.

Menurutnya, Pertamina boleh saja mengatakan selama ini mereka mengaku melakukan "jual rugi". Namun, secara korporasi, Pertamina sebenarnya tidak mengalami kerugian.

"Jadi, sebaiknya jangan dinaikkan dulu harga gas elpiji 12 kg, sebab tidak terlalu mendesak hal itu dilakukan Pertamina. Meskipun mereka mengatakan merugi karena menjual gas di bawah harga pasar, secara keseluruhan usahanya, Pertamina masih untung," kata Mamit saat dikonfirmasi SH.

Pengamat minyak dan gas, Kurtubi, malah meminta kebijakan Pertamina menaikkan harga elpiji 12kg agar ditinjau ulang. Menurutnya, penentuan harga elpiji tidak boleh diserahkan ke pelaku usaha karena saat ini Pertamina masih memonopoli bisnis elpiji.

Dia berpendapat, untuk komoditas energi yang dibutuhkan orang banyak, seharusnya kebijakan harganya ditentukan pemerintah.

Hal ini sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan salah satu pasal dalam UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang menyerahkan penentuan harga migas mengikuti mekanisme pasar. Jadi, harganya akan berfluktuasi mengikuti harga migas di pasar internasional.

"MK menganggap pasal yang dibatalkannya itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Hal ini mengingat minyak dan gas adalah kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan berada dalam penguasaan negara. Jadi, kalau harga gas ditentukan Pertamina, itu sama dengan melanggar putusan MK," ujarnya.

Karena itu, meski elpiji 12 kg tidak disubsidi, menurutnya, kebijakan harga elpiji tidak boleh diserahkan ke pelaku usaha. Terlebih lagi, bisnis ini dimonopoli Pertamina, harga bisa ditentukan semaunya.

Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani mengatakan, kenaikan harga elpiji karena melemahnya rupiah terhadap dolar AS tidak bisa dijadikan alasan bagi Pertamina untuk menaikkan harga. Ini karena, menurutnya, setiap tahun pemerintah telah memprediksi nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pada saat membuat postur anggaran. Karena itu, seharusnya risikonya juga telah diperhitungkan.

"Dengan menaikkan harga gas elpiji, itu membuktikan pemerintah kurang jeli dalam menganalisis berbagai kemungkinan yang terjadi secara makro maupun mikro," tuturnya.

Kita tunggu saja keputusan apa yang akan diambil pemerintah?

+++++

http://www.sinarharapan.co/news/read/30515/-kenaikan-elpiji-di-sumsel-menyumbang-angka-kemiskinan

 

Kenaikan Elpiji di Sumsel Menyumbang Angka Kemiskinan

ALEMBANG - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)  Sumatra Selatan, Bachdi Ruswana, melansir data terbaru tentang profil kemiskinan di Palembang. Dan, kebijakan kenaikan gas elpiji 12 kiloram akan berpotensi semakin memperbesar jumlah kelompok masyarakat miskin.

"Kenaikan harga gas riskan juga terhadap angka kemiskinan," ujar Ruswana ketika ditemui SH, di kantornya, di Palembang, baru-baru ini.

Ia mengatakan, kenaikan harga gas 12 kg berdampak langsung pada kenaikan harga makanan jadi. Masyarakat segmen usaha kecil sangat rentan terhadap dampak kebijakan ini. Kenaikan harga makanan jadi akan mengalami laju inflasi yang kemudian berkorelasi dengan angka kemiskinan di Sumsel.

"Kenaikan elpiji, risikonya sangat besar sekali, kenaikan  angka kemiskinan tinggi  dan ini sangat rentan terhadap kebijakan makro ekonomi," dia menegaskan.

Dalam hal ini, pemerintah perlu kebijakan dan strategi penyangga agar jumlah penduduk miskin tidak semakin banyak karena kebijakan makro ekonomi.

"Sehingga kalau terjadi syok tidak berdampak langsung," ucap dia.

Sementara itu, Manager  Senior Supervisor Ektrnal  Relations Pertamina Marketing Operation  Marketing Operation Region II Sumbagsel Alicia Irzanova saat dikonfirmasi menyebutkan, sekitar 5.700 MT Elpiji 12 kg telah disiapkan untuk mengantisipasi melonjaknya permintaan konsumen.

"Untuk stok elpiji 12 kg wilayah Sumsel 5.700 MT disiapkan. Konsumsi harian elpiji di Sumsel untuk gas 12 kg sekitar 110MT per hari. Kitapun telah menyiapkan stok elpiji 3kg sebanyak 480MT" Alicia menuturkan.

Meresahkan
Sementara itu, melambungnya harga gas elpiji 12 kilogram di  di Sumatera Selatan (Sumsel) membuat warga kesal. Melonjaknya harga hingga 60 persen dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah juga menjadi alasan kekesalan masyarakat.

Darmini (31), ibu rumah tangga, warga Talang Kelapa, Palembang, mengatakan kenaikan gas elpiji sangat memberatkan masyarakat, terutama rakyat kecil seperti dirinya.

"Kenaikannya tidak masuk akal, mencapai enam puluh persen, tentu ini sangat memberatkan," ujar dia.

Kenaikan harga gas elpiji ini juga sangat minim sosialisasi. Ia mengaku kaget ketika membeli elpiji 12 kilogram seharga Rp 126.500.

"Bagaimana pemerintah ini, tidak ada sosialisasinya, tiba-tiba harganya naik seperti ini," ujar dia.

Rahman, pemilik rumah makan mobil yang biasa mangkal di dekat International Plasa (IP) mengaku sangat bingung mencari solusi dari kenaikan elpiji.

"Hitung-hitungan, lebih murah pakai arang. Tapi, kalau semua orang beralih ke arang, gimana," kata dia.

Dia khawatir pasokan arang tak cukup, dampaknya langka dan harganya ikut membumbung.

Ny Hamidah, pemilik catering juga mengaku kesulitan mengatasi kenaikan elpiji ini. Mau beralih ke kayu bakar, nantinya dia yakin kayu bakar juga bakal naik.

Berbeda dengan warga yang berlangganan gas rumah tangga.

"Kami tak terganggu, karena per bulan paling-paling Rp 75 ribu, " ujar Ny Nurlela yang tinggal di kawasan Bukit Besar.

Jalur pipa gas rumah tangga memang belum bisa melayani semua warga Palembang. Baru di beberapa kawasan dengan pelanggan tak mencapai 20.000 an orang.


I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 2463 of my spam emails to date.

Do you have a slow PC? Try a free scan!

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment