Sunday, January 5, 2014

[batavia-news] Panggung Terakhir SBY

 

 
 

Oleh : Wahada Mony (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Periode 2013-2015)

"Terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur serta mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman dan damai serta meletakan fondasi yang lebih kuat bagi indonesia yang adil dan demokratis".

Begitulah bunyi tageline politik yang tertuang dalam visi-misi Presiden dan Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono paska terpilih pada Pemilu tahun 2009 silam. Rasanya belum diwujudkan secara fundamental dan holistik oleh SBY. Pemerintahan era reformasi ini setelah melegitimasi kekuasaannya bersama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II yang di bentuk guna mewujudkan cita-cita politik kenegaraan Indonesia seperti yang tertuang dalam perangkat visi tersebut. Kurang lebih empat (4) tahun terakhir ini dari 2009 hingga 2013, perjalanan politik pemerintahan episode kedua SBY-Boediono tak pernah luput dari ancaman, kritikan maupun rintangan yang amat panjang. Perilaku publik demikian adalah lumrah sebagai fungsi kontrol pemerintah atas kinerja dan kebijakan yang di anggap tidak sesuai harapan.

Jika kembali menengok kebelakang maka kinerja pemerintahan SBY-Boediono selama memimpin negara hingga kurun waktu empat tahun ini cukup memprihatinkan dibanding era pemerintahan sebelumnya. Bahkan publik menilai ternyata rezim Orde Baru masih di anggap baik oleh masyarakat Indonesia dibanding reformasi saat ini. Hal ini ditandai dengan kinerja pemerintah di beberapa sektor vital dan strategis seperti ekonomi, hukum, politik, pertahanan keamanan maupun hubungan internasional yang dianggap publik gagal diwujudkan oleh SBY. Karena itu, kinerja pemerintahan SBY-Boediono masih saja dipertanyakan. Tak ayal, komparasi adalah hal yang sering dilakukan ketika situasi tidak memenuhi harapan masyarakat. Maka sangat wajar ketika rakyat menilai rezim kepemimpinan era sebelumnya masih sangat baik ketimbang kondisi bangsa saat ini yang dipimpin Presiden SBY.

Keprihatinan publik ini ibarat mimpi disiang bolong, tak ada harapan yang didapat tapi justru duka nestapa yang di alami bangsa. Negara jatuh bangun karena Indonesia yang mandiri, maju, adil, makmur dan sejahtera tak kunjung wujud memenuhi amanah dasar Pancasila dan konstitusi UUD 1945. Kondisi ekonomi yang semakin saja terpuruk, keadaan hukum yang semrawut serta penataan sistem politik yang carut marut adalah sederaet peristiwa kelam yang terjadi dipenghujung usia pemerintahan SBY. Sontak masyarakat merasa tidak puas bahkan pesimis atas kinerja pemerintah. Lembaga survei Indo Barometer misalnya merekam tingkat ketidakpuasan publik terhadap kinerja SBY-Boediono masih di bawah angka 50 %. Kondisinya mencerminkan kalau mayoritas masyarakat Indonesia tidak puas dengan pencapaian reformasi sebesar 55 % dan yang puas hanya sekitar 29,7 %, (Indo Barometer; 2010).

Raport Merah SBY


Kinerja kepemimpinan Jilid II SBY-Boediono mendapat cobaan amat berat ketika diuji  pada awal masa 100 hari kerja pemerintahan. Kala itu SBY belum memenuhi janji mewujudkan visi Indonesia yang komprehensif. Sorotan publik menuai tak sedap dengan mengecap rezim SBY masih memiliki nilai raport merah di tahun 2010. Berikut presiden bersama kabinetnya terus melakukan recovery dan perbaikan sistem kinerja di berbagai aspek. Namun lagi-lagi tak mencapai perubahan pembangunan yang signifikan. Tahun 2012 penelusuran lembaga riset politik yang terungkap dalam rilis Riset Politik Charta Politika Indonesia kembali mengungkap fakta kinerja kegagalan SBY-Boediono, sebanyak 41,6 % publik mengaku kurang puas dengan kinerja pemerintahan SBY-Boediono. Sementara yang mengaku puas hanya berkisar 35,7 %, sedangkan yang tidak puas sama sekali sebanyak 9,0 %.

Realitas diatas menunjukan bahwa rendahnya tingkat kepuasaan publik diatas juga terkait erat dengan persepsi publik yang negatif terhadap kinerja menteri dari kalangan parpol yang kian susut. Menteri Agama (Suryadharma Ali) hanya memberi trend kepuasan publik yang paling tinggi sebanyak 26,4 %. Perolehan ini disusul Menko Perekonomian Hatta Rajasa (22,4 %), Menkominfo Tifatul Sembiring (21,5 %), Menpora Andi Mallarangeng (saat itu) (19,8 %) dan Menteri Pertanian Suswono (19 %).

Selanjutnya, Menteri Sosial Salim Segaf al-Jufrie (18,3 %), Menko Kesra Agung Laksono (17, 4 %), Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan (15,2 %), Menteri Perhubungan EE Mangindaan (14,5 %), MenPAN dan Reformasi Birokrasi Azwar Abu Bakar (14,4 %), Menteri ESDM Jero Wacik (14,3 %), Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (13,6 %), Menakertrans Muhaimin Iskandar (13,4 %), Menkumham Amir Syamsuddin (13,3 %), Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Sutardjo (12,7 persen), dan Menteri PDT A Helmy Faisal (10,6 %), (Charta Politika Indonesia:30/8/2012).

Rata-rata tingkat ketidak puasan publik terhadap kinerja kebijakan menteri yang paling besar menteri dari kalangan partai politik yang paling cukup rendah dengan mencapai tingkat ketidakpuasan publik dibawah angka 50 %. Hal ini yang menurut banyak pengamat bahwa tingkat ketidakpuasana publik atas kinerja pemerintahan SBY-Boediono disebabkan akibat faktor "Koalisi Semu" yang di bangun dalam Kabinet Jilid II (KIB II) yang dibuktikan dengan ketidakpuasan terhadap figur menteri dari partai yang cukup besar. Yang amat sinis di mata publik, raport merah yang di capai dalam kinerja pemerintah SBY terjadi pada beberapa sektor penting dan strategis yakni sektor ekonomi, hukum, dan politik. Sektor ekonomi sebagai penyumbang tingkat ketidakpuasan publik yang paling besar hingga mencapai 67,4 %, menyusul sektor hukum berkisar 58 % dan politik mencapai angka terendah.

Lain lagi fakta rilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga menunjukkan terjadinya peningkatan ketidakpuasan publik terhadap dinamika keadaan nasional. Dari aspek ekonomi, ketidakpuasan publik meningkat dari 32.4% (Januari 2011) ke 35.7% (Juni 2011). Aspek politik juga sama dari 24.4% (Januari 2011) ke 33.9% (Juni 2011). Begitupula dengan aspek penegakan hukum, dari 31.2% (Januari 2011) ke 33.1% (Juni 2011). Dan dalam aspek keamanan, dari 11.4% (Januari 2011) ke 14.9% (Juni 2011). Meningkatnya ketidakpuasan publik di atas merupakan protes terhadap lemahnya kepemimpinan SBY dalam menangani persoalan-persoalan bangsa.

Kinerja Kepemimpinan SBY-Boediono periode dua ini gagal memperbaiki sistem kinerja pembangunan yang dicapai. Kerasnya pemerintah yang sering mengklaim kinerja SBY saat ini dianggap baik dan positif hanya berkutat pada value dan angka-angka pembangunan yang ditunjukan. Jika pemerintah berteori dengan menunjukan pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan membaik, kehidupan politik dan demokrasi semakin maju serta keadaan hukum mulai membenah. Maka hal ini akan berbeda dengan kondisi masyarakat kecil yang tinggal di daerah pedalaman maupun pinggiran kota.

Masyarakat miskin yang masih sulit mengenyam pendidikan gratis, masyarakat wong cilik yang susahnya hidup sehat, penderita gizi buruk tanpa peduli pemerintah. Dimanakah janji Presiden SBY untuk menjawab kebutuhan masyarakat agar hukum itu diberi adil tanpa pandang bulu, agar ekonomi tumbuh hingga mencapai 7-8 persen, sumber daya alam tak lagi dirampok apalagi industri dan pasar tidak untuk dikuasai asing, mewajibkan pendidikan murah nan gratis tanpa biaya dari APBN wajib 20 persen serta petani, pedagang maupun buruh tak lagi bergejolak.

SBY hanya bisa berprestasi pada aspek politik pencitraan yang di lakoninya. Sebagai seorang negarawan dan tokoh pemimpin bangsa yang pandai, tegas dan berwibawa serta berani mengambil keputusan saat kondisi negara genting. Politik pencitraan dilakukan sebagai senjata ampuh yang digunakan untuk mengambil hati rakyatnya. Sangat wajar jika seorang presiden membentuk citra sebaik mungkin demi menjaga imej baiknya di mata masyarakat Indonesia. Tapi bukan untuk kesejahteraan rakyat, justru pencitraan SBY terburuk dalam menjalankan roda pemerintahan dan kinerja tak memuaskan masyarakat Indonesia.

Sektor dan Masa Darurat


Sepanjang perjalanan pemerintahan SBY kondisi Indonesia mengalami pasang surut yang semakin tak menentu. Sinisme publik atas kegagalan kinerja seakan mengemuka dan menguat. Dinamika politik, ekonomi, sosial budaya, serta hukum dan HAM menunjukan betapa negeri ini belum mapan dan kian jauh dari harapan. Ikatan politik antara rakyat dengan pemimpinnya mulai renggang bahkan publik menilai kalau SBY adalah pemimpin yang otoriter masa kini. Kepentingan politik praktis menjadi capaian utama diatas kepentingan negara dan rakyatnya. Ironisnya, negara belum mewujudkan rasa keadilan bagi negerinya bahkan rakyat masih hidup di bwah garis kemiskinan. Keadaan ini membuat sektor ekonomi, hukum serta politik saat ini menjadi genting dan dalam keadaan darurat negara. Artinya, kinerja SBY dibidang ekonomi merosot drastis, begitu halnya dengan kondisi hukum dan politik yang amburadul. Ketiga segmen itulah penyumbang prestasi buruk dalam kepemimpinan SBY sampai saat ini.

Sektor ekonomi adalah yang paling strategis dan yang menentukan arah kompas pembangunan Indonesia dibanding sektor lainnya. Selama era SBY, kondisinya memburuk tak sebagus yang terucap dalam fakta dan data faktual pemerintah. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik oleh pemerintah hanya terasa pada masyarakat ekonomi kelas menengah keatas sementara bagi masyarakat ekonomi kelas bawah justru keadaannya terbalik dan semakin terpuruk (Yudi Latif;2013). Dalam survei Indonesia Network Election Survey tahun 2013 mencatat, selama pemerintahan SBY keadaan ekonomi 74,4 persen dalam keadaan menurun. Hal ini berakibat melonjaknya harga BBM hingga membuat daya beli masyarakat menurun dan kehidupan ekonomi rakyat semakin berat. Yang paling parah adalah praktek liberalisasi pasar kian merajai era pemerintahan SBY.

Dari ekonomi pasar hingga industri, dari tambang sampai ke migas bahkan dari sektor hulu ke hilir kini sudah dikuasi asing. Rezim SBY yang berkuasa tanpa peduli telah menarik kebijakan ekonomi ke kapitalis dan neoliberal. Membuat ekonomi indonesia kembali menambah utang negara yang awalnya mencapai Rp 1.977,71 Triliun pada akhir 2012 dan sekarang naik menjadi Rp 2.273,76 triliun pada September 2013. Dengan demikian, aset negara pun dikuasai pihak asing hingga menembus level 70-80 persen. Maka secara kualitas kemiskinan mengalami involusi dan cenderung semakin kronis. Sisi lain pengangguran Indonesia sebesar 6,25 persen atau sebanyak 7,39 juta orang (Agustus 2013), ketika dibanding tahun 2012 yang hanya berkisar 6,14 persen.

Angka pengangguran bertumbuh lantaran ekonomi tumbuh hanya 5,62 persen. Artinya perlambatan ekonomi terjadi karena pengurangan lapangan kerja. Dalam keadaan ekonopmi genting seperti itu, mala SBY ingin sekedar menaikan citra pemerintah dengan rela merogok kocek 109 Miliar untuk kegiatan WTO di Bali pada beberapa waktu lalu. Namun apa yang didapat dari kesepakatan perdagangan tersebut , tak banyak memberikan profit bagi Indonesia justru pemerintah hanya menebar pesona atas negara-negara di dunia yang ikut dalam agenda pertemuan itu.

Sisi hukum masa SBY juga menjadi abnormal eksistensinya saat ini. Indonesia belum memiliki kepastian hukum yang jelas. Pengadilan hukum masih menjatuhkan vonis kepada kelompok lemah yang menyisahkan kaum penguasa di atasnya. Rasanya publik tak percaya dengan pemberantasan korupsi di zaman SBY. Sekitar 72,3 persen masyarakat tak puas dengan penegakan hukum di masa ini. Yang paling fatal, korupsi terjadi melibatkan orang-orang dekat SBY terutama di Demokrat. Data audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  selama tujuh tahun kepemimpinan SBY ditemukan penyimpangan anggaran sebesar Rp 103,19 triliun. Akibat korupsi pada rezim SBY, negara rugi Rp 2,169 Triliun. SBY-Boediono menjadi gagal dalam menegakkan supremasi hukum. Berbagai megaskandal korupsi yang terjadi selama pemerintahannya tak pernah mampu diselesaikan. Seperti skandal Bank Century, mega proyek Hambalang, pembangunan Wisma Atlet di Palembang, SKK Migas, hingga menyeret lembaga hukum tertinggi Mahkamah konstitusi (MK).

Politik oligarki maupun dinasti politik yang melilit zamannya SBY membuat kondisi politik nasional makin tak sehat dan stabil. Kondisinya memburuk apalagi menjelang tahun politik Pemilu 2014 membuat suhu politik mejadi gaduh. Kisruh DPT adalah babak akhir dari politik desaign pemerintah untuk menyelamatkan kepentingan kelompok tertentu. Rakyat masih ragu dengan pemerintah jika demokrasi tak akan berjalan pincang dan penuh noda politik akibat perilaku elita maupun pejabat yang tidak fair. Jika demikian terjadi maka partisipasi politik masyarakat akan menurun. Yang terlahir adalah konflik politik maupun kepentingan (interes conflict). Meskipun aneh kondisinya tapi nyata roda politik yang terjadi benar-benar membuat publik semakin miris atas keadaan yang sebenarnya. Karena ulah praktek demokrasi, sekitar 311 pejabat Kepala Daerah di Indonesia menjadi pelaku korupsi (Akbar Tanjung Institute:2013). 

Kini usia kepemimpinan SBY akan segera lengser pada medio 2014 mendatang. Agenda politik kini menjadi momentum penting tengah disiapkan pemerintah. Jelang Pemilu 2014 maka tokoh pengganti SBY untuk melanjutkan estapet pemerintahan untuk lima tahun mendatang menjadi diskursus politik di tahun panas ini. Ketika publik menyatakan ketidakpuasannya kepada SBY dan pemerintah maka sejatinya ekspektasi masyarakat akan lebih hati-hati dalam memilih calon pemimpin presiden berikutnya. Dua periode kepemimpinan SBY tak meninggalkan sejarah emas dan jejak politik untuk ditiru. Hanya tertinggal kisah mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengenang masa kepemimpinannya. Semoga pemilu tahun ini menjadi dambaan seluruh masyarakat Indonesia. (*)



I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 2369 of my spam emails to date.

Do you have a slow PC? Try a free scan!

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment