Partai Berbohong soal BPJS
Partai-partai membohongi rakyat dengan mengkritik pelaksanaan jaminan kesehatan.
JAKARTA - Pengelolaan jaminan kesehatan oleh Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) karut-marut, dari sisi administrasi maupun pelayanan.
Setelah dikelola BPJS, pasien pemegang Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) harus mengurus administrasi yang berbelit-belit untuk mendapatkan pelayanan di tingkat puskesmas ataupun rumah sakit (RS).
Pasien juga harus membayar biaya sejumlah tindakan karena tidak ditanggung BPJS. Anggota pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) RW 09, Kelurahan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Rukmini mengatakan, pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS) saat ini harus meminta surat keterangan tidak mampu dari RT, RW hingga kelurahan.
Padahal, sebelumnya mereka bisa langsung ke puskesmas. "Jika dalam keadaan darurat, bisa langsung ke rumah sakit," katanya kepada SH, Selasa (14/1).
Dia menyebutkan, tetangganya, pemegang KJS juga harus membeli benang untuk menjahit tubuhnya pascaoperasi karena tidak ditanggung BPJS. Pasien itu juga membayar sejumlah peralatan lainnya.
Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek), Roy Pangharapan, menambahkan dalam pelayanan BPJS terjadi diskriminasi pada peserta BPJS dalam bentuk ada yang menerima bantuan iuran bulanan dengan dana APBN dan ada rakyat yang tidak mendapatkannya.
"Kok masih ada pemimpin partai yang menjamin sistem ini dijalankan secara gotong royong. Apa mata mereka buta kalau BPJS ini adalah mesin pengeruk uang dari iuran rakyat, APBN, APBD, potongan gaji buruh, PNS, dan TNI/Polri. Nanti kalau sakit, tetap harus bayar lagi," katanya.
Ketua Umum Gerakan Nasional Penegasan Pasal 33 (GNP 33), Alif Kamal menyatakan, dana jaminan yang dikumpulkan BPJS akan digunakan untuk investasi.
Bahkan, ia menengarai dana itu akan digunakan untuk kepentingan partai-partai tertentu pada Pemilu 2014. "Bayangkan, triliunan rupiah bisa dikumpulkan dalam sekejap. Parahnya, dana ini bisa diinvestasikan. Pemilu 2014 adalah ladang yang paling besar dan luas bagi investasi," katanya.
Apalagi saat UU itu BPJS akan disahkan dalam paripurna DPR, tidak ada partai yang keberatan dan menolak terhadap pasal-pasal yang mewajibkan rakyat membayar iuran dan co-sharing.
Saat itu, beberapa anggota DPR malah menggalang buruh dan LSM-LSM untuk mendukung pengesahan UU ini. "Beberapa anggota dewan waktu itu sudah seperti agen asuransi, menjamin semua penyakit ditanggung gratis BPJS. Bahkan, membenarkan rakyat dan buruh harus bayar iuran," tuturnya, Selasa.
Menurutnya, para anggota dewan itu sekarang berdiri paling depan mengkritik BPJS. Mereka sebelumnya berani mengaburkan ayat pungutan iuran dalam UU SJSN dan BPJS. "Tindak-tanduk partai-partai politik dan anggota DPR sangat mencurigakan. Presiden seolah tidak tahu kalau ada pungutan iuran dan tidak semua pelayanan kesehatan ditanggung," katanya.
Oleh karena itu, GNP 33 akan melancarkan aksi nasional menolak BPJS di 39 kota, di antaranya Pematang Siantar, Pekanbaru, Muaraenim, Batanghari, Palembang, Lampung Barat, Bandar Lampung, DKI, Tasikmalaya, Yogyakarta, Bantul, Kendal, Kudus, Magelang, Purwokerto, Surabaya, Tuban, Blitar, Madiun, Lombok Timur, Bima, Sumbawa Besar, Kupang, Palu, Flores Timor, Kendari, Bau-Bau, Makassar, Bulukumba, Ternate, Halmahera Barat, Donggala, Sigi, Ende, Bulungan, Denpasar, Purworejo, Manado, dan Mojokerto.
Berisiko Tinggi
Eva Sridiana dari Dokter Indonesia Bersatu (DIB) menjelaskan, setelah dikelola BPJS, rumah sakit dan dokter dibayar sangat murah.
Akibatnya, rumah sakit dan dokter akan sangat sulit melayani pasien secara maksimal. "Boro-boro mikir bikin rumah sakit lebih maju. Nggak bangkrut saja sudah syukur. Tinggal menunggu rumah sakit dijual ke asing saja," ujarnya.
Tarif yang dibayar BPJS sungguh tidak rasional. Tindakan bronkoskopi, misalnya, dokter di rumah sakit tipe B dari regional 1 hanya dibayar Rp 236.000. Bronkoskopi adalah tindakan memasukkan kamera panjang dalam saluran napas orang yang sadar bernapas untuk keperluan diagnostik atau terapi.
Tindakan ini risikonya tinggi, gagal napas dan komplikasi lain. "Jangankan untuk jasa dokter, untuk bahan habis pakai saja belum cukup. Dengan fee kecil, kami harus menghadapi risiko tuntutan malapraktik besar kalau ada apa-apa," katanya. (Tutut Herlina)
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment