Sunday, January 12, 2014

[batavia-news] Menyoal Revisi Larangan Ekspor Mineral Mentah

 

 
 

Menyoal Revisi Larangan Ekspor Mineral Mentah

Editor   -   Senin, 13 Januari 2014, 05:57 WIB
 

TERKAIT

/Ilustrasi
Ilustrasi

KEPUTUSAN pemerintah yang masih membuka pintu ekspor tambang mineral dalam kondisi mentah—atau hanya mengalami sedikit peningkatan nilai tambah—benar-benar aneh dan menimbulkan tanda tanya besar.

Betapa tidak. Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 20/2013 secara eksplisit telah disebutkan bahwa ekspor mineral dalam kondisi mentah hanya diizinkan hingga 12 Januari 2014.

Aturan yang tertera dalam Pasal 21A Ayat 1 tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 112 angka 4 huruf C Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang telah diubah lewat PP No. 24 Tahun 2012.

 

Semua alasan itu sebenarnya hanyalah ancaman dari kalangan perusahaan tambang dengan tujuan menakut-nakuti pemerintah yang ternyata cukup ampuh untuk membuat pemerintah takluk hingga akhirnya merevisi PP Nomor 23 Tahun 2010.

Aturan tentang bagaimana proses pengolahan dan pemurnian tambang mineral juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 7/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Pada lampiran peraturan menteri ini tercantum secara spesifik mengenai batasan minimum pengolahan dan pemurnian tiap komoditas tambang dan mineral.

Beberapa hari sebelumnya, berbagai pernyataan dari pejabat tinggi pemerintah seperti Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri ESDM Jero Wacik dan Menperin M.S. Hidayat juga masih mengonfirmasikan dan memastikan bahwa mulai 12 Januari pukul 00.00 ekspor mineral mentah ditutup.

Bahkan, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah menginstruksikan kepada seluruh kantor wilayah Bea dan Cukai untuk menutup semua jalur ekspor mineral mentah mulai 12 Januari pukul 00.00.

Oleh karena itu, publik sangat terkejut dan heran ketika menjelang detik-detik terakhir pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah, tibatiba pemerintah menerbitkan kebijakan baru yang intinya masih mengizinkan ekspor barang mineral yang belum mengalami proses pengolahan dan pemurnian sesuai dengan Permen ESDM No. 7/2012.

Proses pembahasan yang berlangsung pada saat-saat terakhir menjelang pelaksanaan larangan ekspor mineral mentah itu sendiri mengindikasikan adanya tekanan dan upaya-upaya lobi yang masih terus gencar dilakukan pihak-pihak yang menolak kebijakan tersebut.

Sebab, jika pemerintah memang benar-benar terbebas dari segala tekanan dan lobi-lobi perusahaan tambang mineral, maka tentunya presiden dan para menterinya tidak perlu repot menyusun peraturan baru hingga larut malam, mengingat aturan yang sudah ada secara otomatis akan berlaku efektif.

Rapat 'dadakan' tersebut menghasilkan PP No. 1 Tahun 2014 tentang Implementasi Larangan Ekspor Mineral Mentah sebagai revisi atas PP No. 23 Tahun 2010 berikut perubahannya dan Permen ESDM Nomor 20/2013, yang seharusnya menjadi dasar kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah (ore) mulai 12 Januari 2014.

Dalam PP tersebut, pemerintah masih mengizinkan ekspor mineral yang belum 100% diolah dan dimurnikan hingga 2017. Selanjutnya pengendalian ekspor akan dilakukan dengan menerapkan bea keluar progresif yang akan dinaikkan secara periodik.

Alasan dilakukannya revisi sangat sederhana yakni fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter belum selesai dibangun, disamping menghindari terjadinya pemutusan hubungan massal dan penurunan pendapatan daerah akibat kemerosotan kinerja dan produksi dari perusahaan-perusahaan pertambangan akibat pelarangan ekspor mineral mentah.

Semua alasan itu sebenarnya hanyalah ancaman dari kalangan perusahaan tambang dengan tujuan menakut-nakuti pemerintah yang ternyata cukup ampuh untuk membuat pemerintah takluk hingga akhirnya merevisi PP Nomor 23 Tahun 2010.

Namun, terlepas dari alasan dilakukannya revisi yang sebenarnya cenderung mengada-ada, penerbitan PP No. 1 Tahun 2014 yang dilakukan begitu dadakan dan menimbulkan banyak tanda tanya besar tersebut seharusnya segera direspons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menginisiasi penyelidikan awal guna mengungkap kemungkinan adanya korupsi dan suap.

Selain itu, pihak-pihak terkait perlu melakukan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materi terhadap PP Nomor 1 Tahun 2014, untuk melihat adakah benturan dengan peraturan perundangan lain.

 

Source : Bisnis Indonesia (13/1/2014)

Editor : Yusran Yunus

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment